JAKARTA - China mencatat hari rekor kelima berturut-turut infeksi harian COVID-19, saat protes menolak pembatasan ketat yang diberlakukan pemerintah merebak negara itu.
Komisi Kesehatan China pada Hari Senin melaporkan 40.347 infeksi COVID-19 baru pada 27 November, di mana 3.822 kasus bergejala dan 36.525 tidak bergejala.
Angka itu naik 556 dibandingkan dengan 39.791 kasus baru sehari sebelumnya, di mana 3.709 infeksi bergejala dan 36.082 infeksi tanpa gejala, yang dihitung secara terpisah oleh China, melansir Reuters 28 November.
Tidak termasuk infeksi impor, China melaporkan 40.052 kasus lokal baru, 3.748 di antaranya bergejala dan 36.304 tidak bergejala, naik dari 39.506 sehari sebelumnya.
Kendati demikian, tidak ada kematian baru yang dilaporkan dibandingkan dengan satu hari sebelumnya, mempertahankan kematian di 5.233. Hingga 27 November, China daratan telah mengonfirmasi 311.624 kasus dengan gejala.
Infeksi meningkat ketika ratusan demonstran dan polisi bentrok di Shanghai pada Minggu malam, saat protes atas pembatasan COVID yang ketat di China menyebar ke beberapa kota.
Ibu kota China, Beijing, melaporkan 840 kasus bergejala dan 3.048 kasus tanpa gejala pada Minggu, dibandingkan dengan 747 kasus bergejala dan 3.560 kasus tanpa gejala pada hari sebelumnya, menurut data pemerintah setempat.
Sedangkan pusat keuangan Shanghai melaporkan 16 kasus bergejala dan 128 kasus tanpa gejala, dibandingkan dengan 11 kasus bergejala dan 119 kasus tanpa gejala sehari sebelumnya, otoritas kesehatan setempat melaporkan.
Adapun Guangzhou, kota di selatan berpenduduk hampir 19 juta orang, melaporkan 199 kasus baru yang ditularkan secara lokal bergejala dan 7.166 kasus tanpa gejala, dibandingkan dengan 146 kasus bergejala dan 7.266 kasus tanpa gejala sehari sebelumnya, kata pihak berwenang setempat.
Sementara Chongqing melaporkan 238 infeksi COVID-19 bergejala baru yang ditularkan secara lokal dan 9.447 kasus tanpa gejala, dibandingkan dengan 194 kasus bergejala dan 8.667 kasus tanpa gejala pada hari sebelumnya, kata otoritas pemerintah setempat.
Diberitakan sebelumnya, ratusan pengunjuk rasa dan polisi bentrok di Shanghai pada Minggu malam, ketika protes atas pembatasan COVID yang ketat di China berkobar untuk hari ketiga dan menyebar ke beberapa kota setelah kebakaran mematikan di ujung barat negara itu.
Gelombang pembangkangan sipil belum pernah terjadi sebelumnya di China daratan sejak Presiden Xi Jinping berkuasa satu dekade lalu, ketika rasa frustrasi meningkat atas kebijakan nol-COVID hampir tiga tahun setelah pandemi. Langkah-langkah COVID juga menimbulkan kerugian besar pada ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Para pengunjuk rasa juga turun ke jalan-jalan di Kota Wuhan dan Chengdu pada Hari Minggu, sementara mahasiswa di berbagai kampus universitas di seluruh China berkumpul untuk berdemonstrasi selama akhir pekan.
Pada Senin dini hari di Beijing, dua kelompok pengunjuk rasa yang berjumlah setidaknya 1.000 orang berkumpul di sepanjang Jalan Lingkar ke-3 ibu kota China dekat Sungai Liangma, menolak untuk bubar.
"Kami tidak ingin masker, kami ingin kebebasan. Kami tidak ingin tes COVID, kami ingin kebebasan," teriak salah satu kelompok sebelumnya.
Pada Hari Minggu, kerumunan besar berkumpul di kota metropolis barat daya Chengdu, menurut video di media sosial, di mana mereka juga mengangkat kertas kosong dan meneriakkan: "Kami tidak menginginkan penguasa seumur hidup. Kami tidak menginginkan kaisar," merujuk pada Presiden Xi, yang telah menghapus batasan masa jabatan presiden, mengutip Reuters.
Sehari sebelumnya, acara mengenang di Shanghai untuk para korban kebakaran apartemen berubah menjadi protes terhadap pembatasan COVID, dengan kerumunan meneriakkan seruan agar penguncian dicabut.
"Turunkan Partai Komunis China, turunkan Xi Jinping", satu kelompok besar meneriakkan pada Minggu dini hari, menurut saksi dan video yang diunggah di media sosial, dalam protes publik yang jarang terjadi terhadap kepemimpinan negara. Untuk diketahui, video tidak dapat diverifikasi secara independen.
Kota-kota lain yang telah melihat perbedaan pendapat publik termasuk Lanzhou di barat laut, di mana penduduk pada Hari Sabtu membalikkan tenda staf COVID dan menghancurkan bilik pengujian, menurut unggahan di media sosial. Para pengunjuk rasa mengatakan, mereka dikurung meskipun tidak ada yang dinyatakan positif.
BACA JUGA:
Kebakaran pada Hari Kamis di gedung perumahan bertingkat tinggi di Kota Urumqi, ibu kota wilayah Xinjiang, memicu protes, setelah video insiden yang diunggah di media sosial menyebabkan tuduhan penguncian merupakan faktor dalam kobaran api yang menewaskan 10 orang.
Pejabat Urumqi tiba-tiba mengadakan konferensi pers pada Sabtu dini hari, untuk menyangkal tindakan COVID telah menghambat upaya menyelamatkan diri dan penyelamatan.
Banyak dari empat juta penduduk Urumqi telah berada di bawah penguncian terlama di negara itu, dilarang meninggalkan rumah mereka selama 100 hari.