Bagikan:

JAKARTA - Bareskrim Polri menahanan Giki Argariksa, buronan kasus korupsi pemberian kredit proyek Bank Jateng cabang Jakarta.

Giki Argariksa sedianya diamankan oleh anggota Subdirektorat Patroli Jalan Raya (PJR) Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya di ruas tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). Bahkan, proses penangkapan diwarnai aksi kejar-kejaran.

"Terhadap tersangka Giki Argariksa sudah dilakukan penahanan di rutan cabang Bareskrim," ujar Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo dalam keterangannya, Jumat, 25 November.

Sementara itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief Adiharsa menyebut Giki Argariksa masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dia merupakan Direktur PT Mega Daya Survey Indonesia yang terlibat kasus dugaan korupsi terkait pemberian kredit.

"Dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian kredit proyek di Bank Jateng Cabang Jakarta pada tahun 2018 sampai dengan 2019 yang diduga dilakukan oleh tersangka," ucapnya.

Dalam modusnya, tersangka mengajukan tujuh fasilitas proyek kepada Bank Jateng Cabang Jakarata selama periode 2018 hingga 2019. Total pengajuannya mencapai Rp57 miliar.

"Pengajuan kredit proyek tahun 2018 sebesar Rp35 miliar, untuk pekerjaan yaitu, pengadaan dan pemasangan pipa pulverizer di Bukit Asam. Pekerjaan coating kabel tahan api di Bukit Asam. Pemasangan bronjong penahan tanah di Bukit Asam. Fire protection area gudang di bukit Asam. Pengadaan dan pemasangan full pipa pulverizer di Bukit Asam," ungkap Arief.

Sedangkan, pengajuan kredit proyek pada 2019 mencapai Rp22 miliar. Rinciannya, project pengadaan dan pemasangan satu set crusher PLTU Teluk Sirih dan pengerjaan motor fan di PLTU Tarahan.

Dalam pengajuan itu, tersangka menjaminkan Surat Perintah Kerja (SPK), Cash Collateral (uang jaminan/deposit) dan Jaminan Asuransi yang dinilai dari prosentase cash collateral.

"Dalam proses pemberian kredit tersebut telah terjadi perbuatan melawan hukum (persayaratan tidak terpenuhi dan komimen fee sebesar 1% dari nilai pencairan kredit serta jaminan atau SPK fiktif). Terhadap seluruh proyek tersebut per tanggal 31 Mei 2020 telah dinyatakan pada posisi Kolektibilitas 5 (Macet), sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp62 miliar," kata Arief.

Dalam kasus ini, tersangka dipersangkakan dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.