Saksi Jelaskan ‘Fee’ Bisnis Tambang Mardani Maming Dibayar 12 Lembar Bilyet Giro, tapi Hanya 2 yang Bisa Dicairkan
Sidang perkara terdakwa Mardani H Maming digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kamis (24/11/2022). (ANTARA/Firman)

Bagikan:

BANJARMASIN  - Advokat Junaidi yang menjadi saksi sidang perkara dengan terdakwa Mardani H Maming menyebut "fee" bisnis tambang batu bara untuk mantan Bupati Tanah Bumbu itu tak semua dibayarkan.

"Tahun 2020 pernah memediasi terkait macetnya pembayaran 'fee' dari PT Angsana Terminal Utama (ATU) ke PT Permata Abadi Raya (PAR) yang mencapai Rp94 miliar," kata Junaidi dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Banjarmasin sebagaimana dilansir ANTARA, Kamis, 24 November.

Kemudian utang 'fee' itu coba dibayar menggunakan 12 lembar bilyet giro. Namun hanya dua yang dapat dicairkan.

Saat ditanya tim penasihat hukum terdakwa yang dipimpin Abdul Qodir soal struktur PT PAR, Junaidi mengatakan pada susunan direksi maupun kepemilikan saham PT PAR tak tercantum nama terdakwa Mardani H Maming.

Diketahui "fee" Rp10 ribu per metrik ton yang dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK dikatakan sebagai gratifikasi yang diterima terdakwa dari mantan Dirut PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) almarhum Henry Soetio.

Pada sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum KPK dipimpin Budhi Sarumpaet menggali terkait bagaimana asal usul pembagian "fee" jasa pelabuhan PT ATU terhadap para pemiliknya, yakni PT PCN yang dikuasai almarhum Henry dan PT PAR yang disebut terafiliasi dengan terdakwa. Di mana PT PCN memiliki saham dominan sebesar 70 persen dan sisanya 30 persen saham dimiliki PT PAR.

Saksi menyebut saat operasional mengapalkan batu bara hasil tambang PT PCN seluruh kegiatan usaha PT ATU didanai PT PCN.

Usai meminta keterangan delapan saksi yang dihadirkan JPU KPK, Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro menutup sidang dan kembali menjadwalkan pada Jumat (25/11).