Bagikan:

JAKARTA – Tiga profesor hukum terkemuka mendesak agar Mardani H. Maming segera dibebaskan demi hukum dan keadilan. Desakan tersebut disampaikan setelah melakukan kajian mendalam atas putusan pengadilan yang menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepada Mardani, serta denda Rp500 juta dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar. Pernyataan ini dirilis pada Minggu 20 Oktober.

Tiga profesor hukum tersebut adalah Prof. Dr. Topo Santoso, SH, MH, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Dr. Yos Johan Utama, SH, M.Hum, mantan Rektor Universitas Diponegoro, dan Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LLM, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran.

Kekhilafan Hakim

Prof. Dr. Topo Santoso menegaskan bahwa vonis terhadap Mardani H. Maming mengandung kekhilafan nyata. Menurutnya, unsur menerima hadiah yang didakwakan tidak terbukti, karena transaksi bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang adalah hubungan keperdataan yang seharusnya tidak ditarik ke ranah pidana. Ia menekankan bahwa keputusan Pengadilan Niaga yang menyatakan tidak ada kesepakatan diam-diam mendukung argumen bahwa tidak ada hubungan sebab akibat antara keputusan Mardani sebagai Bupati dan penerimaan fee atau dividen.

“Tidak ada niat jahat (mens rea) dalam perbuatan Mardani. Oleh karena itu, ia seharusnya dibebaskan,” tegas Prof. Topo, yang juga aktif sebagai pengajar calon Hakim Tipikor di Mahkamah Agung.

Keabsahan Administrasi Tidak Dilanggar

Prof. Dr. Yos Johan Utama, Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Diponegoro, turut memperkuat pandangan tersebut. Ia menyoroti bahwa keputusan Mardani terkait pemindahan IUP sebagai Bupati sah secara hukum administrasi dan tidak pernah dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Menurutnya, Pengadilan Tipikor tidak memiliki wewenang untuk menilai keabsahan keputusan administrasi tersebut.

“Pasal 93 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba mengatur larangan kepada pemegang IUP, bukan kepada Bupati. Dengan demikian, Mardani H. Maming tidak dapat dipidana atas keputusan tersebut,” jelas Prof. Yos.

Kesesatan Hukum dalam Kasus Mardani H. Maming

Sementara itu, Prof. Dr. Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, menegaskan bahwa kasus Mardani H. Maming mencerminkan delapan kekeliruan serius dalam proses hukum. Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Korupsi dan RUU Pembentukan KPK ini menilai bahwa putusan pemidanaan terhadap Mardani tidak berdasarkan fakta hukum yang jelas, tetapi lebih kepada interpretasi yang keliru oleh penegak hukum.

“Proses hukum ini tidak hanya mengandung kekhilafan, tetapi juga menunjukkan adanya kesesatan hukum yang serius,” tegas Prof. Romli.

Ketiga profesor hukum tersebut sepakat bahwa berdasarkan analisis argumentasi hukum dan fakta-fakta persidangan, Mardani H. Maming harus segera dibebaskan demi keadilan.