Bagikan:

JAKARTA - Para pakar hukum melakukan eksaminasi terhadap perkara korupsi mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming, yang dituangkan ke dalam buku bertajuk Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Menangani Perkara Mardani H. Maming.

Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali, mengatakan bahwa perbuatan Mardani yang mengeluarkan SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN tidak melanggar aturan.

“Norma Pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba itu ditujukan kepada pemegang IUP, bukan pada jabatan bupati. Sepanjang syarat dalam ketentuan tersebut terpenuhi, maka peralihan IUP diperbolehkan,” kata salah satu eksaminator sekaligus editor itu sebagaimana keterangan tertulis yang dilansir Antara, Minggu, 6 Oktober.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII, Ridwan, mengatakan bahwa permohonan peralihan IUP-OP tidak perlu melampirkan syarat administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Pasalnya, persyaratan tersebut melekat pada izin yang telah dialihkan.

Menurut eksaminator lainnya, Karina Dwi Nugrahati Putri, jika dapat dibuktikan bahwa penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR murni berasal dari keuntungan pengoperasian pelabuhan PT ATU berdasarkan perjanjian yang sah, maka asumsi bahwa penerimaan tersebut berkaitan dengan peralihan IUP-OP melalui SK Bupati menjadi tidak berdasar.

“Judex facti (kompetensi hakim) telah mengenyampingkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan mengenai adanya penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR yang tidak ada kaitannya dengan peralihan IUP-OP dan bukan sebagai hadiah,” ucap Karina yang merupakan dosen Departemen Hukum Bisnis FH Universitas Gadjah Mada.

Eksaminasi perkara Mardani H. Maming dilakukan oleh sejumlah eksaminator, yakni Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir, Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad. Para eksaminator menjabarkan pandangannya saat acara bedah buku di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (5/10).

Pada perkara ini, Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, memvonis Mardani H. Maming dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan. Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar.

Putusan di tingkat banding tersebut memperberat vonis pengadilan tingkat pertama. Sebelumnya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp110,6 miliar.

Dia dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mardani, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, didakwa menerima hadiah atau gratifikasi dari seorang pengusaha pertambangan, yakni mantan Direktur PT PCN almarhum Henry Soetio.

Ia didakwa menerima gratifikasi dari Henry dengan total tidak kurang dari Rp118 miliar saat menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu. Gratifikasi tersebut terkait dengan SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pengalihan IUP-OP dari PT BKPL kepada PT PCN.