JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Kabagkominter Divhubinter Polri Kombes Bartholomeus I Made Oka Putra Pramono sebagai saksi dalam perkara dugaan suap penghapusan red notice dengan terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte.
Dalam persidangan, Kombes Bartholomeus menyebut jika terdakwa sempat mengajukan permohonan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra kepada Interpol pusat di Lyon, Prancis pada 2020. Tapi, pengajuan itu ditolak dengan alasan ada persyaratan yang tak dipenuhi.
"Waktu itu kami diperintahkan Kadivhubinter untuk menerbitkan permohonan pengajuan red notice ke Lyon," ucap Bartholomeus dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 14 Desember.
Bartholomeus mengatakan, pihak Interpol Lyon menolak usai beberapa pekan dilakukan pengajuan. Alasannya, persyaratan terkait identitas Joko Soegiarto tidak lengkap.
"Setelah 2-3 minggu yang menyatakan red notice masih belum diterbitkan karena ada persyaratan yang kurang, data pribadi," kata dia.
Selain itu, pengajuan permohonan red notice itu, kata Bartholomeus, merupakan surat balasan untuk pihak Interpol yang sebelumnya memberi peringatan jika status red notice Joko Tjandra bakal habis enam bulan lagi.
"Hanya surat pemberitahuan yang menyampaikan bahwa red notice Joko Tjandra 6 bulan lagi akan habis sehingga diminta perpanjangan Januari 2019," kata dia.
BACA JUGA:
Adapun dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi.
Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap.
Joko Tjandra didakwa memberikan suap kepada Irjen Napoleon sebanyak SGD200 ribu dan USD270 ribu dan kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD150 ribu.