Bagikan:

JAKARTA - Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan merasa heran dengan keputusan Sidang Kode Etik Polri (KKEP) yang menjatukan sanksi demosi kepada para anggota Polres Metro Jakarta Selatan yang terlibat proses penyelidikan kasus pembunuhan berencana Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Rasa heran hakim ini berawal saat mendengarkan keterangan saksi AKP Rifaizal Samual dan Aipda Arsyad Daiva. Mereka merupakan mantan Kasubnit 1 Reskrimum dan Kasubnit 1 Unit 1 Krimum Polres Metro Jakarta Selatan.

Arsyad mulanya menyebut saat proses olah tempat kejadian perkara (TKP) dia ditugaskan mencari ambulans untuk membawa jenazah Brigadir J.

"Saat itu kami lihat ada mayat, saya ditugaskan mencari ambulans, tapi saya ajak anggota satu untuk memanggil ambulans," ujar Arsyad dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 21 November.

Kemudian, usai mendengar pernyataan itu, hakim langsung mempertanyakan soal status Asryad saat ini. Lantas, dijawab bila dirinya tak lagi bertugas di Polres Jakarta Selatan. Melainkan sudah dimutasi ke Yanma Mabes Polri.

"Apa kesalahannya?" tanya hakim.

"Saat itu kesalahannya adalah kami tidak profesional dalam menangani kasus dan ada barang bukti yang diserahkan kami terima," jawab Arsyad.

Saat inilah hakim merasa heran dengan sanksi itu. Sebab, merujuk pada kesaksian, Arsyad melakukan kesalahan karena adanya tekanan dari Ferdy Sambo yang kala itu merupakan jenderal dengan jabatan Kadiv Propam Polri.

"Jujur, saya sendiri merasa aneh dengan putusan itu, tanpa saya bermaksud campur tangan. Kalau cerita kalian seperti itu, dimana ketidakprofesionalnya? Sementara kalian di bawah tekanan. Saudara tidak menyampaikan seperti itu ketika sidang etik?" tanya hakim.

Arsyad hanya terdiam. Hingga akhirnya, hakim melempar pertanyaan semua itu dilakukan atas dasar takut.

"Tidak berani?" tanya hakim lagi.

"Siap," jawab Arsyad.

Serupa, hakim juga heran dengan sanksi yang diberikan kepada AKP Rifaizal Samual. Sedianya, dia dimutasi ke Yanma Polri dam penempatkan khusus (patsus) selama 30 hari.

"Apa kesalahan di sidang etik?" tanya hakim.

"Tidak bisa menstatus quo kan TKP. Jadi harusnya hanya penyidik yang ada di TKP," jawab Samual.

"Padahal nyata-nyata saudara ditekan FS?" timpal hakim.

"Betul," kata Samual.

Kemudian, hakim bertanya apakah saat itu Samual tidak membela diri. Eks Kanit Reskrim Polres Jakarta Selatan menyebut sudah melakukan pembelaan tetapi sia-sia karena tetap dinyatakan bersalah.

"Saya membela diri. Saya sampaikan ke hakim etik bahwa saya sudah lakukan upaya agar aksi dan barbuk tidak dibawa. Tapi jawaban tersebut langsung dibantah bahwa kami bisa bawa barbuk tersebut, tapi kami harus bersurat lebih dulu," kata Samual.