Sabu 5 Kg Disebut Masih Utuh di Bukittinggi, Hotman Paris Klaim Nama Irjen Teddy Minahasa Dicatut di Kasus Peredaran Narkoba
Pengacara Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea/FOTO: Rizky Adytia-VOI

Bagikan:

JAKARTA -  Pengacara Irjen Teddy Minahasa, Hotman Paris mengklaim kliennya merupakan korban pencatutan nama di kasus peredaran narkotika. Sebab, eks Kapolda Sumatera Barat itu disebut tak punya kaitan apa pun dengan peredaran lima kilogram sabu.

"Jadi nama Teddy Minahasa hanya dicatut," ujar Hotman kepada wartawan, Jumat, 18 November.

Hanya saja, mengenai pelaku pencatutan nama kliennya, Hotman enggan berspekulasi. Dia hanya menegaskan Teddy Minahasa tak terlibat dalam jaringan atau peredaran sabu di Kampung Bahari, Jakarta Utara.

"Entah siapa otaknya (pelaku pencatutan, red)," ungkapnya.

Klaim nama Teddy Minahasa hanya dicatut, lanjut Hotman karena dari barang bukti puluhan kilogram sudah diamankan sesuai aturan.

Di mana, sebagian besar sudah dimusnahkan. Sementara sisanya diserahkan ke Kejaksaan untuk dijadikan alat bukti persidangan.

"Yang dihancurkan itu adalah kilogram narkoba, karena jumlahnya 40 kilogram, 5 kilogram lagi itu masih ada utuh ini semua berita acara pemeriksaan," ungkap Hotman.

"Jadi 5 kilogram itu ada semua ada di Bukittinggi dan tidak pernah nyampai ke Jakarta," sambungnya.

Di sisi lain, Hotman menyoroti lima kilogram sabu yang ada pada Doddy dan Linda. Barang bukti itu dianggap bukan terkait kasus yang diungkap Polres Bukittinggi.

"Terus kenapa ada di rumah Doddy dan Linda di Jakarta, berarti itu barang bukti lain," kata Hotman.

Irjen Teddy Minahasa ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba. Dia terlibat jaringan karena mengendalikan peredaran 5 kilogram sabu.

Dalam rangkaian kasus narkoba Irjen Teddy Minahasa, Polda Metro Jaya menetapkan 11 orang tersangka.

Enam orang di antaranya merupakan warga sipil. Mereka berinisial HE, AR, L, A, AW, dan DG. Sedangkan sisanya merupakan anggota Polri. Mereka yakni, Irjen Teddy Minahasa, Aipda AD, Kompol KS, Aiptu J, dan AKBP Doddy Prawira Negara