JAKARTA - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengupayakan penggunaan lumpsum untuk mempertanggungjawabkan dana operasional desa dari dana desa. Sistem ini dinilai lebih mudah digunakan oleh para kepala desa.
Menurutnya, sistem ini lebih baik dari at-cost karena tak perlu banyak dokumen. Sehingga, kepala desa tak perlu dipusingkan.
"Pertanggungjawaban dana operasional pemerintah desa oleh kepala desa bersifat lumpsum bukan at-cost artinya cukup membuat pernyataan 3 persen untuk ini itu. Nah, itu yang kita sebut model lumpsum. Karena jika tidak atau berbentuk at-cost maka itu menjebak dan menyesatkan kepala desa," kata Abdul dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 15 November.
Dia mengatakan mempertanggungjawabkan sistem ini adalah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Tujuannya, agar pemanfaatan 3 persen sebagai dana operasional dapat dilaksanakan secara sah.
Seperti diketahui, dana desa dapat dimanfaatkan untuk program prioritas nasional sesuai kewenangan desa. Salah satunya, pada operasional pemerintah desa dengan batas maksimal 3 persen dari total pagu yang diterima setiap desa.
Kebijakan ini tertuang dalam Permendes No 8 tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa pasal 6 ayat 2 setelah proses panjang dengan pihak terkait.
BACA JUGA:
Halim mengaku sudah berdiskusi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.
"Yang sedang saya perjuangkan itu terkait dengan pertanggungjawaban. Yang namanya dana operasional harus lumpsum tidak at-cost. Apa itu akhirnya berhasil? Ya semoga berhasil karena itu regulasinya ada di Kemendagri. Kalau kewenangannya di Kemendes ya sudah saya keluarkan," tegasnya.
Selain adanya operasional pemerintah desa, prioritas penggunaan dana desa sama seperti tahun sebelumnya. Termasuk, adanya alokasi untuk Bantuan Langsung Tunai Dana Desa.
Namun demikian, BLT DD pada tahun 2023 ditetapkan dengan batas maksimal penggunaan sebesar 25 persen dari total pagu setiap desa.