JAKARTA - Tiga petinggi Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) didakwa hanya menyalurkan dana donasi Boeng ke ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 sebesar Rp20 miliar. Padahal, donasi yang diterima mencapai 25 juta dolar Amerika Serikat atau Rp138 miliar.
Terungkapnya hanya sebagian kecil dana donasi yang digunakan atau disalurkan ACT terungkap berdasarkan laporan akuntan independen atas penerapan prosedur yang disepakati bersama mengenai penerimaan dan pengelolaan dana BCIF BOEING pada 2018 sampai dengan 2021.
"Dari laporan itu hanya Rp 20.563.857.503 dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500 dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing,” ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Ngeri Jakarta Selatan, Selasa, 15 November.
Sedangkan sisa uang donasi yang mencapai Rp117 miliar digunakan untuk operasional Yayasan ACT. Bahkan, ada yang dipakai kepentingan pribadi para terdakwa.
Padahal, kepada para ahli waris korban Lion Air JT 610, ACT menyebut dana donasi akan dikelola untuk pembangunan fasilitas sosial dan pendidikan.
Selain itu, para terdakwa juga mengetahui penggunaan dana donasi harus sesuai dengan peruntukkannya sebagaimana tertulis dalam Protocol BCIF April 2020 untuk pembangunan fasilitas pendidikan program implementasi Boeing.
"Terdakwa Ahyudin dan Heriyana Hermain, serta dengan sepengetahuan Ibnu Khajar selaku Presiden ACT, mengetahui bahwa dana BCIF tersebut tidak boleh digunakan untuk peruntukan lain selain untuk kegiatan implementasi Boeing," kata jaksa.
Dalam perkara ini, Ahyudin didakwa melanggar Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian, untuk Ibnu Khajar dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.