Bagikan:

JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Rahmat Hidayat Pulungan meminta penegak hukum tak ragu-ragu mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana donasi dari yayasan amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengalir ke organisasi tertentu.

"Penegak hukum juga agar tidak ragu-ragu untuk menyelidiki lebih dalam ke mana saja aliran dana tersebut, jangan sampai selain untuk memperkaya diri sendiri, dana masyarakat digunakan atau dialirkan untuk memperkuat kelompok-kelompok radikal dan terorisme," kata Rahmat kepada wartawan, Sabtu, 30 Juli.

Menurutnya, penegak hukum dalam hal ini Polri juga harus membuka hasil penyidikan mengenai aliran dana ACT kepada publik menyampaikan kepada publik.

Tak kalah penting, Polri juga harus memaparkan modus-modus yang dilakukan para petinggi ACT. Sehingga, masyarakat mendapat informasi secara penuh.

Kemudian, Rahmat juga menyoroti dugaan pemotongan donasi mencapai Rp450 miliar untuk operasional. Artinya, setiap bulannya lembaga tersebut menghabiskan operasional sebesar Rp2,5 miliar.

"Tidak heran, karena temuan Bareskrim Polri mengungkap, gaji keempat petinggi tersebut berkisar Rp50-450 juta per bulannya. Sangat fantastis," ungkapnya.

Lebih lanjut, Rahmat pun menilai Bareskrim sudah bertindak cepat. Di mana, di kasus itu telah menetapkan empat tersangka dan melakukam penahanan.

"Sehingga mereka tidak bisa bergerak leluasa," kata Rahmat.

Sebagai informasi, ACT menyelewengkan dana donasi dari Boeing untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp34 miliar.

Sedianya, Boeing memberikan dana bantuan bagi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 sekitar Rp138 miliar. Tetapi yang digunakan hanya Rp103 miliar.

Dalam kasus ini, Ahyudin dan Ibnu Khajar telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka merupakan eks dan Presiden ACT.

Kemudian, penyidik juga menetapkan dua petinggi ACT lainnya sebagai tersangka. Mereka berinisial H dan NIA selaku anggota pembina ACT.

Dalam kasus ini, para tersangka dipersangkakan Pasal 372 dan 374 KUHP, Pasal 45a Ayat 1 Jo Pasal 28 Ayat 1 UU ITE.

Kemudian Pasal 70 Ayat 1 dan 2 Jo Pasal 5 UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan. Serta Pasal 3,4 dan 5 tentang TPPU dan Pasal 55 Jo 56 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara.