Bagikan:

JAKARTA - Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan sanksi yang diberikan Amerika Serikat (AS) telah mempersulit Iran untuk membeli obat-obatan dan persediaan kesehatan dari luar negeri. Kesulitan yang dimaksud termasuk untuk memeroleh vaksin COVID-19 yang diperlukan untuk mengatasi wabah terburuk di Timur Tengah.

Mengutip AP News, Kamis, 10 Desember, pemerintahan Presiden Donald Trump telah memberlakukan sanksi yang melumpuhkan sektor perbankan Iran serta industri minyak dan gas vitalnya secara sepihak. Hal itu dilakukan sejak AS mundur dari kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan dunia pada 2018.

Namun AS bersikeras obat-obatan dan barang-barang kemanusiaan dibebaskan dari sanksi. Pembatasan perdagangan membuat banyak bank dan perusahaan di seluruh dunia ragu berbisnis dengan Iran karena takut pada hukuman AS. Iran juga telah terputus dari sistem perbankan internasional sehingga sulit mentransfer pembayaran.

"Orang-orang kami harus tahu bahwa untuk tindakan apa pun yang kami rencanakan untuk mengimpor obat-obatan, vaksin, dan peralatan, kami harus mengutuk Trump ratusan kali," kata Rouhani.

Rouhani mengatakan, bahkan transaksi sederhana untuk membeli obat dari negara lain menjadi sangat sulit dan perlu waktu berminggu-minggu untuk mentransfer dana. Presiden Iran juga mengatakan pihak berwenang tetap melakukan apa yang mereka bisa untuk membeli vaksin dari luar negeri.

Pemerintahan Iran berharap bisa segera memberi vaksin pada individu berisiko tinggi COVID-19 sesegera mungkin. Pekan lalu Iran mengatakan sedang mengerjakan vaksinnya sendiri, dengan pengujian pada pasien manusia diharapkan dimulai Januari 2021.

Meski demikian Iran tetap berencana membeli 20 juta dosis vaksin dari luar negeri untuk populasi lebih dari 80 juta orang. Iran telah melaporkan lebih dari 50 ribu kematian akibat COVID-19 dengan lebih dari satu juta kasus yang dikonfirmasi.

Pihak berwenang enggan memberlakukan jenis tindakan kuncitara yang dilakukan di negara lain. Sebagian karena kekhawatiran itu akan semakin memperburuk krisis ekonomi yang sudah mengerikan.

Sanksi AS telah berkontribusi pada anjloknya mata uang Iran dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut menyebabkan harga barang-barang kebutuhan pokok melonjak dan menghapus banyak tabungan hidup warga Iran.

Saling lempar sanksi

Kementerian Luar Negeri Iran, pada Rabu, 9 Desember menjatuhkan sanksi pada duta besar AS untuk Yaman, Christopher Henzel karena dugaan bantuannya dalam mengorganisir serta memberikan dukungan keuangan dan senjata kepada koalisi pimpinan Arab Saudi. Koalisi tersebut melancarkan perang di Yaman melawan Houthi.

Di bawah langkah tersebut, yang terutama bersifat simbolis, Henzel akan ditolak untuk mendapatkan visa Iran, jika ia pernah mengajukannya. Dia juga dilarang memiliki rekening di bank dan lembaga keuangan Iran dan melakukan transaksi keuangan dengan entitas Iran.

Pada Selasa, 8 Desember, pemerintahan Trump menjatuhkan sanksi pada utusan Iran untuk pemberontak Houthi Yaman, Hasan Irlu, dan Universitas Internasional Al-Mustafa Iran. Hal tersebut dikarenakan mereka dianggap merekrut pejuang untuk Pengawal Revolusi untuk memicu ketidakstabilan di Yaman dan Suriah.

Iran dan AS mendukung pihak yang berlawanan dalam konflik Yaman. Pada Agustus, Iran memberlakukan sanksi simbolis serupa pada Richard Goldberg, mantan ahli hawkish di Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih. Pada 2017, Iran memberi sanksi kepada 15 perusahaan AS atas dugaan dukungan mereka untuk Israel, terorisme, dan penindasan di Timur Tengah.