Catatan Hari HAM KontraS: Kita Dalam Bayang-bayang Otoritarianisme
ILUSTRASI/DOK. ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memberi catatan kritis kepada pemerintahan Joko Widodo di Hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia yang jatuh pada hari ini. 

Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti menyebut kebijakan pemerintah di tahun ini semakin menyerupai pemerintahan masa Orde Baru yang bergaya otoriter.

"Kita sedang ada dalam bayang-bayang otoritarianisme. Kebijakan-kebijakan diskriminatif pemerintah pada tahun ini membawa kita bergerak mundur dan kembali ke pada masa Orde Baru, yang pada akhirnya itu akan mencederai hak asasi manusia itu sendiri," kata Fatia dalam diskusi webinar, Kamis, 10 Desember.

Selama satu tahun terakhir, KontraS mencatat bahwa pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan HAM semakin terancam, dilihat dari bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di lapangan.

Bentuk pelanggaran itu masuk dalam kategori hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial, dan budaya. Legitimasi negara terhadap pelanggaran HAM ini muncul dalam berbagai bentuk, baik yang sifatnya tindakan langsung maupun pembiaran.

Fatia memaparkan beberapa kasus pelanggaran HAM tersebut. Salah satunya soal pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun Cipta Kerja yang mendulang banyak penolakan.

"UU Cipta Kerja disahkan pemerintah secara diam-diam dengan tidak melibatkan partisipasi publik, tidak ada konsultasi publik, dan juga mengakibatkan kerugian yang akan dialami oleh masyarakat itu sendiri," tutur Fatia.

"Terutama terkait pemulihan ekonomi yang pada akhirnya juga akan berdampak pada kelestarian lingkungan juga keberlangsungan dari kerja para pembela HAM dalam sektor sumber daya alam," lanjutnya.

Selain itu, kata Fatia, pemerintah nampak tidak memiliki kemauan untuk menuntaskan pelanggaran HAM berat masa lalu. Hal ini diperkuat dari pernyataan Jaksa Agung yang menyebut bahwa tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

"Pernyataan itu menjadi sebuah catatan buruk, mencerminkan tidak adanya kemauan dari pemerintah penuntasan pelanggaran HAM berat yang diucapkan pada janji kampanye presiden dan wakil presiden," imbuhnya.