SURABAYA - Dua mantan anak buah Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ‘tumbang’ pada Pilkada Serentak 2020.
Mantan ASN Pemprov Jatim yang kalah berdasarkan hitung cepat (quick count) yakni Fattah Jasin Cabup Sumenep dan Setiajit Cabup Tuban. Kekalahan mereka yang tergambar dari quick count bukti dukungan maupun restu dari Khofifah nampaknya tidak berpengaruh
Misalnya mantan Bakorwil Pamekasan Madura Fattah Jasin, yang maju berpasangan dengan Ali Fikri berdasarkan hasil penghitungan cepat sementara hanya mendapat 46,79 persen suara. Sedangkan lawannya pasangan Ahmad Fauzi-dewi Khalifah mendapat 53,21 persen.
Demikian juga dengan pasangan mantan Kepala Dinas ESDM Pemprov Jatim, Setiajit-Armaya yang maju di Pilkada Tuban menempati peringkat ketiga (terbawah) dengan perolehan 15,86 persen. Pasangan Khozanah-Anwar diperingkat kedua dengan perolehan 34 persen, dan peringkat pertama ditempati pasangan Lindra-Riyadi dengan perolehan 59,88 persen.
Tak hanya itu, orang dekat Khofifah di luar ASN Pemprov Jatim yang juga maju di Pilkada serentak 2020 juga kalah. Di antaranya, Kartika Hidayati (Cabup Lamongan) dan Dwi Astutik (Cawabup Sidoarjo), yang keduanya merupakan tokoh di Muslimat NU.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Suko Widodo, mengatakan mantan ASN yang turun kasta maju Pilkada di tanah kelahirannya itu, memiliki peluang menang tipis. Faktornya, karena mereka tidak memiliki relasi intensif dengan masyarakat pemilih.
"Walaupun dia putra daerah tapi sudah tercerabut akarnya dari tanah kelahirannya. ASN itu sesuai dengan tupoksinya, fungsional sehingga tak punya relasi langsung dengan masyarakat," kata Suko.
Pertimbangan lainnya, kata Suko, ASN yang maju Pilkada cenderung hanya untuk menyambung masa, jelang purna tugas alias sudah usia lanjut. "Kalau ASN punya niat maju kepala daerah, sebaiknya masuk parpol atau pensiun dini lalu masuk partai, itu peluangnya lebih besar," katanya.
BACA JUGA:
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, menambahkan dalam pilkada langsung kali ini ada trend dan fenomena menarik. Di mana para pemimpin terpilih mayoritas adalah para calon calon yang berada di usia produktif. "Misalnya di Surabaya, Tuban, Sidoarjo, Gresik," katanya.
Menurut Dekan FISIB UTM ini, fenomena ini patut dicermati dan diperhatikan stakeholder terkait dengan perubahan perilaku memilih warga saat ini. Termasuk bagi para kandidat yang akan bertarung.
"Politik trend youth ini kian membuktikan bahwa pola-pola politik kini, kian tidak linear dan cenderung kompleks tak berpola. Calon-calon yang berasal dari generasi baby boomers (1944-1964) kian sulit mendapat respons positif. Ini bukti bahwa peluang generasi baby boomers kian berat dalam pilkada kekinian," kata Surokim.