Kemenkes Sebut Larangan Penggunaan Obat Sirop Berhasil Tekan Kasus Gagal Ginjal Akut di RSCM
Suasana operasi bedah jantung pintas coroner (CABG) pasien pertama yang berhasil sukses di RSUD dr. Iskak Tulungagung, Jumat 921/10/2022) (ANTARA/HO - Humas RSUD dr. Iskak Tulungagung)

Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril menuturkan bahwa angka kasus gagal ginjal akut progresif atipikal atau atypical progressive acute kidney injury (AKI) yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo telah berhasil ditekan.

Hal ini seiring dengan surat edaran yang dikeluarkan Kemenkes terkait larangan meresepkan maupun penggunaan obat sirop pada seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia untuk mencegah penambahan kasus gagal ginjal akut per tanggal 18 Oktober lalu.

"Surat edaran Kementerian Kesehatan telah berhasil mencegah penambahan kasus baru. Di RSCM sebagai rumah sakit rujukan nasional ginjal, tidak ada pasien baru sejak tanggal 22 Oktober yang lalu," kata Syahril dalam konferensi pers virtual, Selasa, 25 Oktober.

Pada perkembangan kasus gagal ginjal akut per 24 oktober, terdapat 255 kasus yang berasal dari 26 provinsi. Sebanyak 143 kasus meninggal dunia dengan angka kematian 56 persen.

Dalam data ini, ada penambahan 10 kasus dan 2 kasus kematian dari pencatatan sebelumnya. Namun, Syahril menegaskan penambahan ini adalah kasus yang lama terlambat dilaporkan yang terjadi pada bulan September dan awal Oktober 2022.

"Jadi bukan kasus baru, ya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Syahril mengungkapkan bahwa pemerintah sudah mendatangkan obat antidotum atau obat penawar, yakni fomepizole dari Singapura sebanyak 26 vial dan dari Australia sebanyak 16 vial.

Selanjutnya, pemerintah akan mendatangkan 200 vial fomepizole dari Jepang dan dari Amerika Serikat.

"Obat ini akan segera didistribusikan ke rumah sakit rujukan pemerintah di seluruh Indonesia dan obat ini gratis, tidak berbayar bagi pasien," ujar Syahril.

Dari hasil pemberian obat fomepizole di RSCM, lanjut Syahril, 10 dari 11 pasien terus mengalami perbaikan secara klinis, serta tidak ada kematian dan tidak ada perburukan lebih lanjut.

"Anak tersebut sudah mulai dapat mengeluarkan air kecilnya atau air seni. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, kadar etilen glikol dari 10 anak tersebut sudah tidak terdeteksi zat berbahaya," imbuhnya.