Bagikan:

JAKARTA- Doni Monardo merisaukan julukan Padang "kota yang berbahagia" yang diberikan novelis Ali Akbar Navis. Pria berdarah Minang itu melihat banyaknya kerusakan alam, terutama akibat penambangan, di bumi Sumatera Barat jadi alasannya.

Kerisauan Doni sudah lama dirasakan. Makin risau ketika ia mendapat amanat Presiden Jokowi memimpin Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2019-2021.

Dalam berbagai kunjungan ke Sumatera Barat terkait kebencanaan, ia melihat langsung bagaimana sungai-sungai tidak lagi jernih airnya. Longsor yang mendera serta banjir bandang yang memilukan.

Pencemar sungai adalah praktik penambangan liar. Sekalipun banyak penambang liar ditindak aparat keamanan, faktanya, keberadaan mereka masih marak di lapangan.

Doni Monardo usai memberi kuliah umum di hadapan sekitar 400 an mahasiswa ISI Padang Panjang (Foto: Istimewa)

Persoalan Sumatera Barat ternyata bukan hanya pada persoalan penambangan liar. Sekadar contoh, berdasarkan hasil pemantauan Tim Gabungan BNPB, Harian Kompas, dan pemerhati lingkungan hidup di Solok Selatan pada akhir 2019, ditemukan fakta bahwa kawasan hutan lindung yang berada di daerah aliran sungai Batanghari telah mengalami kerusakan parah.

Kerisauan Doni ditumpahkan saat ia memberi kuliah umum di hadapan sekitar 400 an mahasiswa ISI Padang Panjang. Acara ini berlangsung dua jam pada Jumat, 21 Oktober kemarin di Gedung Pertunjukan Huriah Adam.

Doni mengajak masyarakat Minang secara umum, serta generasi muda pada khususnya untuk sama-sama menjaga alam Minang agar pulih. Alam yang lestari bukan hanya untuk kita, tetapi warisan bagi generasi yang akan datang.

Dalam kesempatan itu Doni juga menyampaikan kerisauannya terhadap abrasi yang terjadi di Pantai Padang.

“Waktu kecil saya sering lari-lari, main bola di pinggir pantai. Saya ingat, jarak bibir pantai dengan jalanan relatif jauh, tapi kondisi sekarang berbeda sekali. Jarak bibir pantai ke jalan semakin dekat karena abrasi,” kata Doni dalam keterangan resmi yang diterima redaksi.

Doni mengajak masyarakat Minang tanpa kecuali untuk melakukan penyelamatan Pantai Padang dengan opsi mitigasi berbasis vegetasi. Antara lain dengan pembentukan Tombolo.

Dengan metode submerged offshore breakwater (pemecah gelombang lepas pantai terendam) dan detached offshore breakwater (pemecah gelombang lepas pantai terpisah), kelak ombak yang membawa pasir, lambat laun menciptakan gumuk pasir, yang kemudian bisa menjadi tambahan "daratan" baru.