BANDUNG - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat menetapkan empat orang tersangka dugaan korupsi pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp22 miliar untuk madrasah di lingkungan Kementerian Agama Jawa Barat.
Kasipenkum Kejati Jawa Barat Sutan Harahap mengatakan, empat orang itu berinisial EH, AL, MK, dan MSA. Dengan dugaan korupsi itu, menurutnya para tersangka menyebabkan negara mengalami kerugian.
"Modus yang dilakukan adalah melakukan markup biaya penggandaan soal ujian, sehingga negara dirugikan sebesar lebih kurang Rp22 miliar," kata Sutan di Kantor Kejati Jawa Barat, Kota Bandung, Antara, Jumat, 21 Oktober.
Adapun penggelembungan biaya itu dilakukan untuk menggandakan beragam jenis ujian sekolah, mulai dari ujian lembar jawaban try out, Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN), Ujian Madrasah/Ujian Sekolah Berstandar Nasional (UM/USBN), Penilaian Akhir Tahun (PAT), dan Penilaian Akhir Semester (PAS) MTs.
Menurutnya dugaan korupsi itu dilakukan pada Tahun Anggaran 2017-2018 di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat.
Dia menjelaskan, tersangka berinisial EH merupakan Ketua Kelompok Kerja Madrasah Tsanawiyah Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2018, lalu AL merupakan Bendahara Kelompok Kerja Madrasah Tsanawiyah Provinsi Jawa Barat Tahun 2017-2018.
Sedangkan menurutnya dua tersangka lainnya, yakni MK dan MSA, berasal dari pihak swasta yang diduga terlibat persekongkolan dalam kasus korupsi tersebut.
Sementara itu, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jabar Riyono menjelaskan tersangka EH dan AL diduga mengarahkan dan mengambil alih proses penunjukan pihak yang melaksanakan penggandaan beragam soal ujian.
Selanjutnya, kata dia, EH dan AL bersekongkol dengan MK untuk menaikkan harga biaya penggandaan beragam soal ujian tersebut, padahal hal itu merupakan kewenangan dari masing-masing madrasah di Jawa Barat.
BACA JUGA:
"Dari hasil mark up tersebut, KKMTs (Ketua Kelompok Kerja Madrasah Tsanawiyah) Provinsi Jawa Barat mendapatkan bagian," ungkap Riyono.
Di samping itu, EH kemudian bersekongkol dengan MSA yang merupakan anaknya selaku direktur perusahaan swasta untuk menjadi pihak dalam proyek penggandaan beragam soal ujian itu.
"Padahal, diketahui (MSA) tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan penggandaan soal ujian dan hanya sebagai calo atau perantara kepada perusahaan lain yang menguntungkan diri pribadi sebesar Rp1,3 miliar," tutur Riyono.
Menurutnya kegiatan tersebut bertentangan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 7381 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah Pada Madrasah Tahun Anggaran 2017.
Riyono mengatakan Keempat tersangka diduga melanggar Pasal 2, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Selanjutnya keempat tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, dilakukan penahanan oleh penyidik di Rumah Tahanan Kelas I Bandung dan Rumah Tahan Negara Perempuan Kelas IIA Bandung selama 20 hari ke depan," tuturnya.