Komisi IX DPR Minta BPOM Tarik Obat Batuk Sirup Mengandung Etilen Glikol dan DEG
ILUSTRASI UNSPLASH/Towfiqu barbhuiya

Bagikan:

JAKARTA - Komisi IX DPR meminta BPOM menarik obat yang mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) sebagai tindak lanjut atas pelarangan penjualan obat yang mengandung dua zat tersebut.

Pasalnya, dua zat tersebut diduga menjadi salah satu pemicu maraknya kasus gagal ginjal akut pada anak yang terjadi di Indonesia belakangan ini.

"BPOM memberikan imbauan atau larangan obat batuk sirup pada anak atau dewasa yang mengandung dietilen glikol dan etilen glikol supaya dihentikan penjualannya. Bagi kita karena fungsi dan tugas daripada BPOM memang melakukan pengawasan dan terdiri daripada orang-orang yang ahli, itu kita ikuti apa yang disampaikan oleh BPOM," ujar anggota Komisi IX DPR Suir Syam, Kamis, 20 Oktober.

Karena itu, menurut anggota DPR yang berprofesi sebagai dokter tersebut, sebaiknya BPOM menarik obat-obatan yang mengandung maupun tercemar dua zat berbahaya ini. Karena menurut dr Suir Syam, imbauan BPOM akan lebih efektif jika diikuti dengan aksi penarikan apalagi jika obat tersebut masih beredar di masyarakat.

"Cuma kita minta kalau BPOM sudah melarang dan menganjurkan jangan minum obat batuk yang mengandung dietilen glikol dan etilen glikol harusnya BPOM menarik obat-obat itu yang beredar di masyarakat. Harus ditarik," imbau legislator Gerindra Dapil Sumatera Barat I ini.

"Karena kalau melarang saja enggak ada gunanya kalau masih ada orang yang jual. Harus ya, harus menarik. Karena dia sudah berani mengatakan bahwa, jangan minum obat batuk yang mengandung dietilen glikol dan etilen glikol. Dan kita masyarakat harus percaya sama BPOM," lanjutnya. 

Mantan Ketua IDI Cabang Payakumbuh ini juga mendorong BPOM untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat secara masif terkait dengan peredaran obat-obatan yang mengandung DEG dan EG. Termasuk fakta apabila obat-obatan yang dimaksud ternyata memang belum atau tidak beredar di Indonesia. 

Suir Syam menegaskan, informasi itu diperlukan karena masyarakat saat ini juga ada yang ingin membeli obat-obatan dari luar negeri secara online.

"Kalau sudah ada beredar di Indonesia ya ditarik. Nah, kalau belum ada beredar umpamanya ya dilarang masuk ke Indonesia itu aja. Kalau belum ada di Indonesia ya harus diinformasikan juga ke masyarakat bahwa obat batuk yang ada zat berbahaya itu belum masuk ke Indonesia," katanya.

"Kemudian diminta juga kepada masyarakat (untuk hati-hati), misal beli obat secara online itu harus diinformasikan juga," sambung Suir Syam.

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjelaskan aturan baru terkait ketetapan kandungan obat sirup di Indonesia. 

Menurut BPOM, setiap perusahaan farmasi yang melakukan registrasi obat tidak diperbolehkan mendaftarkan produk yang mengandung dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG). Sebab diduga, kedua bahan tersebut yang memicu kematian setidaknya 70 anak di Gambia usai mengonsumsi obat sirup paracetamol dengan merek Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. 

Meski demikian, BPOM telah memastikan bahwa empat obat yang diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India tersebut tidak terdaftar dan tidak beredar di Indonesia.

Dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) sendiri umumnya ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan. Namun, BPOM telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG untuk kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.