Bagikan:

JAKARTA - Penggunaan gas air mata saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur menjadi sorotan. Bahkan disebut sebagai penyebab utama tewasnya 131 orang di balik tragedi maut itu.

Adalah Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam yang mengatakan gas air mata dari kepolisian menjadi penyebab utama kematian dalam momen pertandingan sepak bola nasional itu.

"Gas air mata inilah yang penyebab utama adanya kematian bagi sejumlah korban," ujar Anam, Senin, 10 Oktober.

Menurut Komnas HAM, tindakan meredakan atau mengamankan situasi dalam laga olah raga dengan melontarkan gas air mata justru membuat situasi menjadi memanas.

Anam mengatakan, para pendukung Arema FC atau Aremania yang mengisi Stadion Kanjuruhan kala itu menjadi panik. Mereka berupaya keluar dari stadion tetapi terhalang pintu yang tak terbuka penuh.

"Pemicu utama memang gas air mata yang menimbulkan kepanikan sehingga banyak supporter atau Aremania yang turun berebut untuk masuk ke pintu keluar dan berdesak-desakan dengan mata yang sakit, dada yang sesak, susah nafas dan lain sebagainya," ungkapnya.

"Sedangkan pintunya juga yang terbuka juga pintu kecil sehingga berhimpit-himpitan kaya begitulah yang sepanjang hari ini yang mengakibatkan kematian," sambung Anam.

Aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke tribun penonton Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam 1 Oktober 2022. (Antara)

Bahkan, Anam menyebut pihaknya mendapat informasi baru. Ada beberapa gas air mata kedaluarsa yang digunakan aparat kepolisian saat kericuhan terjadi

Hanya saja, informasi itu belum bersifat mutlak. Karena itu, perlu didalami kebenarannya ihwal tersebut. "Iya jadi soal yang apa (gas air mata, red) kedaluarsa itu informasinya memang kita dapatkan," kata Anam.

Munculnya pernyataan itu seolah membuat Polri menjadi gerah. Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menegaskan dari hasil pendalaman penyebab banyaknya korban jiwa bukan karena penggunaan gas air mata.

Berdasarkan pendalaman tim investigasi, ada korban yang mengalami patah tulang dan luka lebam lainnya. Sehingga, memperkuat penyebabnya bukan penggunaan gas air mata.

"Terjadi berdesak-desakan terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak," ungkap Dedi.

Irjen Dedi menyebut berdasarkan penelitian yang dilakukan dosen Universitas Indonesia dan Universitas Pertahanan Prof I Made Agus Gelgel Wirasuta, gas air mata tak menyebabkan kematian. Dampak yang dirasakan hanya iritasi pada mata.

"Di dalam gas air mata tidak ada toksin atau racun yang mengakibatkan matinya seseorang," kata Dedi

Sementara mengenai penggunaan gas air mata kedaluarsa, Dedi mebenarkannya. Gas air mata itu masuk expired pada 2021.

Bangkai mobil polisi usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Malang Jatim pada Sabtu 1 Oktober malam. (Antara-Zabur Karuru)

Namun, soal berapa jumlah yang digunakan jenderal bintang dua itu belum bisa memastikan.

Dia hanya menegaskan, gas air mata yang kedaluarsa bukan membuat semakin berbahaya. Tapi, justru sebaliknya. "Dengan zat kimia atau gas air mata ini, ketika dia expired justru kadar kimianya berkurang," ucapnya.

"Sama dengan efektifitas gas air mata ini, ketika ditembakan dia tidak bisa lebih efektif lagi," sambung Dedi.

Berdasarkan informasi yang didapat dari dosen Universitas Indonesia dan Universitas Pertahanan Mas Ayu Elita Hafizah, lanjut Dedi, penggunaan gas air mata yang telah kedaluwarsa ini disebut tidak akan memberikan efek yang berbahaya.

Dampaknya disebut akan mengalami rasa perih pada mata itu dalam waktu yang singkat.

"Jadi kalau sudah ekspired justru kadarnya dia berkurang zat kimia, kemudian kemampuannya juga akan menurun," kata Dedi.

Sebagai informasi, di balik tragedi Stadion Kanjuruhan Malang setidaknya 131 orang meninggal dunia. Kemudian, ratusan orang lainnya mengalami luka ringgan hingga berat.

Dalam penanganan kasus itu, Polri telah menetapkan enam tersangka. Mereka antara lain, Direktur Utama PT LIB, Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, serta Security Officer Arema, Suko Sutrisno.

Lalu, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, serta Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.

Mereka dipersangkakan dengan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 130 ayat 1 Jo Pasal 52 UU Nomor 11 Tahun 2022.

Selain enam nama yang ditetapkan tersangka, kepolisian juga sempat memeriksa 31 personel Polri. Dari hasil itu didapati 20 orang dinyatakan sebagai terduga pelanggar kode etik.

Mereka terdiri dari empat pejabat utama Polres Malang, dua personel selaku pengawas dan pengendali, tiga personel selaku pihak yang memerintahkan penembakan gas air mata, serta 11 personel yang menembakkan gas air mata.