SURABAYA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pencabulan Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi 16 tahun penjara.
Ketua Tim Pengacara Bechi, Gede Pasek Suardika, menyebut tuntutan 16 tahun penjara itu cukup sadis. Sebab, tuntutan itu dianggap menggambarkan adanya skenario awal yang menargetkan terdakwa untuk dihukum seberat-beratnya.
"Tuntutannya (jaksa) sadis dan ini mungkin lebih banyak orang yang tidak pernah sidang yang hadir hari ini. percuma kita membuka fakta persidangan, menggali keterangan saksi, menguji alat bukti di sidang kalau kemudian desainnya kembali ke awal bahwa harus dihukum seberat-beratnya bahwa ada target-target tertentu," ujarnya, Senin, 10 Oktober.
Dalam pertimbangan tuntutan jaksa tadi, JPU dianggap telah mengakui adanya saksi yang bersifat testimonium de auditu alias saksi yang hanya mendengarkan keterangan dari orang lain. Meski demikian, jaksa meminta pada hakim agar tetap menggunakan kesaksian tersebut.
"Melihat pertimbangan yang disampaikan JPU tadi, dia (jaksa) mengakui ada (saksi) testimonium de auditu. Tapi dia (jaksa) minta pada majelis hakim untuk tetap dipakai," katanya.
Selain persoalan tersebut, Pasek juga menyoroti soal adanya dua keterangan saksi yang namanya disebutkan dalam dakwaan sebagai pemberat. Namun disatu sisi nama tersebut juga tidak diakui oleh jaksa.
"Namanya disebutkan sebagai pemberat, tapi namanya tidak diakui, padahal mereka ini memberikan keterangan saksi berderet dengan korban. Dan saya kira ini, kalau boleh kalau tuntutannya lebih dari itu juga. Ini sama sekali tidak ada pertimbangan lain. Pokoknya gaspol, 16 tahun," ujarnya.
Pasek mengaku tak kaget dengan tingginya tuntutan tersebut, dan ia menyatakan sudah menduga sebelumnya. Dia beralasan, kasus tersebut dianggapnya sarat dengan rekayasa.
"Iya memang dari awal dari cara penggarapan kasusnya sudah begitu (ada rekayasa). Jadi dilengkapkan seperti ini, ya saya enggak tahu, apakah di ruangan sidang ini ada pengadilan atau penghakiman diujungnya nanti. Namanya pengadilan. Adil itu menguji alat bukti, saling berkesesuaian atau tidak," katanya.
Menurut Pasek, perkara yang ditanganinya ini sudah didesain sedemikian rupa sejak awal. Karenanya, ia pun menyindir jika sejak awal harusnya kasus tersebut tidak perlu lagi menghadirkan saksi maupun menguji alat bukti.
"Saya dari awal sudah katakan, kalau dari awal sudah didesain, cukup dakwaan langsung tuntutan. Enggak usah menggali keterangan saksi. Mengapa kita menggali keterangan saksi dan saksi di atas sumpah tidak dipakai. Jadi BAP pun dimintakan oleh JPU untuk dipakai juga, sebagai alat bukti. Untuk apa JPU kemudian mengurangi kalau memang mau menghadirkan BAP itu mau diuji. Ada 40 saksi, oleh JPU 16 sudah ditutup. Kita yang minta agar dihadirkan (semua saksi) yang lain," katanya.
BACA JUGA:
Pekan depan tim pengacara MSAT mengajukan pembelaan atau pleidoi untuk sang klien. Selain itu ia juga mengimbau pada jemaah Shiddiqiyyah untuk berdoa agar diberikan keadilan untuk kasus ini.
"Otomatis minggu depan pleidoi. Pertanyaan, masih adakah ruang ruang keadilan di situ. Karena ruangan ini pun, teman-teman tahu sendiri kan, bagaimana ruang PN bisa dipakai podcast oleh oknum tertentu untuk menekan kekuasaan dan sebagainya. Tapi kami berharap seluruh keluarga besar Shiddiqqiyah ini, berdoa ajalah. Diatas keadilan manusia ada keadilan Tuhan," ujarnya.
"Anehnya, JPU meminta agar BAP dipakai sebagai alat bukti adalah hal yang aneh. Seharusnya kan mereka dihadirkan jadi saksi agar diuji keterangannya. Yang dipakai kan yang didalam sidang. Untuk apa ada sidang kalau saksi tidak dihadirkan tetapi minta kesaksiannya dipakai. Aneh kan? Jadi BAP dan keterangan saksi di sidang diuji. Kok. Malah baru (saksi) 16 distop? Sekarang minta lagi yang hadir untuk dipakai. Ada ada saja," katanya.