Amnesty International Indonesia Soroti Penggunaan Gas Air Mata di Tragedi Stadion Kanjuruhan
Tangkap layar video suasana di Stadion Kanjuruhan yang dipenuhi gas air mata saat terjadi kerusuhan pertandingan Arema FC vs Persebaya. (Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Amnesty International Indonesia menyangkan penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian dalam membubarkan massa yang ricuh usai laga Arema Malang (Arema) FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu malam kemarin. Pasalnya, dengan penggunaan gas air mata tersebut merenggut ratusan korban jiwa.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan hak hidup ratusan orang melayang begitu saja pasca pertandingan bola. Ia menilai, peristiwa tersebut betul-betul tragedi kemanusiaan yang menyeramkan sekaligus memilukan. Perempuan dan laki-laki dewasa, remaja dan anak di bawah umur, menjadi korban jiwa dalam tragedi ini.

"Kami sampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban, pun kepada korban luka yang saat ini sedang dirawat, kami berharap pemulihan kondisi yang segera," katanya dalam keterangan resmi, Minggu, 2 Oktober.

Usman menyoroti penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa yang ricuh usai laga Arema Malang (Arema) FC melawan Persebaya Surabaya pada Sabtu malam kemarin. Kata dia, tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan sama sekali.

Lebih lanjut, Usman mengatakan kejadian seperti ini sebelumnya pernah terjadi di Peru, 58 tahun silam. Karena itu, Usman menyayangkan kejadian yang sama justru terulang di Tanah Air.

"Tragedi ini mengingatkan kita pada tragedi sepak bola serupa di Peru tahun 1964 di mana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa, lalu membuat ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen," ujarnya.

Menurut Usman, kejadian di Peru dan Malang seharusnya tidak terjadi jika aparat keamanan mengetahuinya aturan penggunaan gas air mata.

"Sungguh memilukan 58 tahun kemudian, insiden seperti itu berulang di Indonesia. Peristiwa di Peru dan di Malang tidak seharusnya terjadi jika aparat keamanan memahami betul aturan penggunaan gas air mata," tutur Usman.

Usman mengatakan memang tak dapat dipungkiri aparat keamanan sering menghadapi situasi yang kompleks dalam menjalankan tugas mereka. Tapi, kata Usama, mereka juga harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan keamanan semua orang, termasuk orang yang dicurigai melakukan kerusuhan.

Menurut Usman, akuntabilitas negara benar-benar diuji dalam kasus ini. Karena itu, pihaknya mendesak negara untuk menyelidiki secara menyeluruh, transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta mengevaluasi prosedur keamanan dalam acara yang melibatkan ribuan orang.

"Ini harus diusut tuntas. Bila perlu, bentuk segera Tim Gabungan Pencari Fakta," tegasnya.