JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP PPP Arsul Sani mengatakan, partainya akan mengevaluasi posisinya di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pada Mukernas yang akan digelar akhir 2022 atau awal 2023. Hal itu disampaikan Arsul Sani pada acara Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kamis, 29 September.
Tentunya, pernyataan Arsul ini membuat eksistensi koalisi yang digagas Partai Golkar, PAN dan PPP juga terancam. Diduga, nama capres menjadi penyebab PPP mengevaluasi keberadaannya di KIB.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) A. Khoirul Umam, menilai PPP saat ini tengah berada dalam situasi dilema. Sebab menurutnya, PPP lebih cocok bergabung dengan koalisi NasDem, Demokrat, dan PKS.
Hal itu, kata Umam, didasarkan pada sejumlah hal. Utamanya adalah kemungkinan capres yang bakal diusung yakni Anies Baswedan.
"PPP akan menghadapi dilema besar. Di satu sisi, PPP akan lebih cocok untuk bergabung dengan koalisi NasDem, Demokrat, dan PKS yang kabarnya akan mengusung Anies sebagai capres," ujar Umam, Jumat, 30 September.
Menurut Umam, ketika PPP mengusung Anies dalam Pilpres 2024, risiko keterpecahan pada basis elektoral relatif bisa dimitigasi. Karena Anies diidentikkan dengan kekuatan politik Islam.
BACA JUGA:
"Dengan ikut mengusung Anies, PPP tidak akan mengalami split ticket voting dan lebih mudah mengonsolidasikan basis pemilih loyalnya, mengingat Anies cukup identik dengan representasi kekuatan politik Islam," katanya.
Meski demikian, ada kemungkinan PPP akan merapat ke PDIP yang tengah membutuhkan legitimasi kekuatan politik Islam moderat untuk bertarung di Pilpres 2024. Kemungkinan itu juga didukung sejumlah hal, yakni kondisi PKB dan PAN.
"Di sisi lain, PKB sudah punya orientasi koalisi sendiri dan PAN rasanya kurang memiliki chemistry yang kuat dengan PDIP. Selain itu, PPP juga harus membayar hutang budi pada PDIP yang dinilai sejumlah kalangan memiliki jasa dalam menyelamatkan partainya dari proses degradasi 'parliamentary threshold' di Pemilu 2019 lalu," pungkasnya.