MATARAM - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung terkait aset lahan Kantor Badan Pengawas Pemilu di Jalan Udayana, Mataram yang sebelumnya dimenangkan Ida Made Singarsa berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Mataram nomor 176/PDT/2020/PT MTR.
"Kami sudah mengajukan PK ke MA atas kasus sengketa lahan Kantor Bawaslu NTB pada Kamis (15/9) kemarin. Tinggal menunggu proses saja," kata Kepala Bidang Bantuan Hukum Biro Hukum Setda Pemerintah Provinsi NTB, Lalu Rudy Gunawan di Mataram, Antara, Jumat, 16 September.
Khusus untuk aset lahan di Gedung Wanita yang berada di sebelah Kantor Bawaslu NTB, pihaknya juga sudah melakukan upaya hukum dengan melaporkan pidana Ida Made Singarsa ke Polda NTB atas dugaan menggunakan alat bukti surat palsu di persidangan (surat pinjam pakai).
"Saat ini sedang dalam proses. Biro Hukum juga sudah mengirimkan surat yang diduga palsu itu ke Kantor Bahasa dan hasilnya sudah ada. Yang pada pokoknya menerangkan bahwa surat tersebut dari segi tata bahasa, tidak sesuai dengan tahunnya," ujarnya.
Menurut Rudy, surat tersebut tertera dikeluarkan pada tahun 1964. Namun, pada tahun 1964 itu, ejaan yang digunakan adalah ejaan Melino sehingga Biro Hukum melakukan upaya hukum PK ke Mahkamah Agung.
Sebelumnya, juru sita Pengadilan Negeri Mataram resmi memberikan teguran pada Bawaslu NTB pada Kamis, 8 September 2022, terkait pemberitahuan termuat dalam surat panggilan Nomor 220/Pdt.G/2019/PN.Mtr.
Dalam surat itu disebutkan Bawaslu NTB diberi waktu delapan hari sejak teguran itu untuk memenuhi isi putusan Pengadilan Tinggi Mataram yang dalam putusan PT dengan nomor 176/PDT/2020/PT MTR memenangkan Ida Made Singarsa melawan Pemprov NTB atas lahan Kantor Bawaslu NTB.
Anggota Komisi III DPRD Provinsi NTB Raden Nuna Abriadi menyoroti kekalahan pemprov dalam menghadapi sejumlah perkara aset di lembaga peradilan.
"Kalau sampai lahan pemprov digugat lantas kalah, itu namanya tata kelola aset pemprov buruk dan enggak fokus dalam mempertahankan asetnya," ujarnya.
Legislator dari Daerah Pemilihan Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara ini mengatakan sejak awal pihaknya meminta agar seluruh aset dirapikan administrasinya, namun hal tersebut tidak dijalankan Pemprov NTB.
"Mestinya dipastikan keberadaan sertifikat sebagai alas haknya hingga penguasaan fisik terhadap aset-aset itu sehingga tidak ada klaim sepihak dari masyarakat. Itu sudah kita sampaikan, termasuk pada sidang paripurna selama ini," ujar Nuna.
Pihaknya menilai Pemprov NTB lalai dan abai terkait masukan para anggota DPRD sehingga di lapangan banyak aset daerah, berupa lahan persawahan yang kini telantar, tidak jelas pemberdayaannya. Kondisi tersebut membuka celah lepasnya aset milik pemerintah ke orang lain.
"Kelalaian itu berpotensi dimanfaatkan, diklaim masyarakat. Ini yang kita wanti-wanti dan ingatkan karena kita sudah mencatat bahwa ada sejumlah aset persawahan yang disewakan di sejumlah wilayah NTB, berpuluh-puluh tahun lamanya, sudah ada yang berpindah tangan," katanya.
Beberapa yang menjadi kekhawatiran Nuna sudah terbukti dengan kalahnya Pemprov NTB dalam dua gugatan aset. Pertama, untuk Kantor Bawaslu dan Gedung Wanita kalah hingga kasasi Mahkamah Agung. Kedua, lahan Kantor Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KUKM) kalah di tingkat Pengadilan Tinggi NTB.
BACA JUGA:
Oleh karena itu, pihaknya sangat menyayangkan kalahnya Pemprov NTB dalam sengketa lahan Kantor Bawaslu seluas 3.700 meter persegi yang dimenangkan oleh Ida Made Singarsa selaku penggugat hingga tingkat Mahkamah Agung pada akhir Maret 2022.