Pj Gubernur DKI Harus Figur Netral dari Dua Kubu Warisan Pilkada 2017
Kota Jakarta Photo by Appai on Unsplash

Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePi Indonesia) Jeirry Sumampow memandang Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta yang nantinya dipilih harus netral dari kubu-kubu warisan Pilkada DKI 2017.

Sebagai pengingat, pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2017 lalu diwarnai oleh perpecahan dua kubu pendukung Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akibat narasi politik identitas.

"Bagaimananpun, Anies dipilih oleh suasana politik identitas. Dalam konteks ini, DKI yang merupakan barometer politik, kita butuh figur yang netral. Tidak ke kubu kanan dan kubu kiri yang diwariskan pilkada 2017 dan dilakukan 2019," kata Jeirry dalam diskusi bertajuk "Siapa Pantas Jadi Pj Gubernur DKI?", Kamis, 15 September.

Menurut Jeirry, DKI Jakarta punya posisi strategis sebagai pembentuk opini politik nasional. Apa yang terjadi di DKI akan dikonsumsi dan berpenagrung pada politik keseluruhan.

Karena itu, untuk meredam politik identitas yang diwariskan sejak Pilgub DKI lalu, Presiden Joko Widodo harus memilih Pj Gubernur yang bisa meredam berkembangnya opini yang memecah-belah masyarakat jelang Pemilu 2024.

"Kita butuh figur yang tidak terbebani trauma politik di 2017. Jadi, figur yang bisa membuat orang berpikir bahwa orang (Pj Gubernur) ini mampu menciptakan suasana dan kondusi yang kondusif untuk menuju 2024," ungkap Jeirry.

Selain itu, Pj Gubernur yang akan memimpin Jakarta selama dua tahun ke depan ini juga harus mengerti pengelolaan pemerintahan secara khusus di Jakarta. Kemudian, dia juga orang yang memiliki hubungan baik dengan Presiden.

"Bisa berkomunikasi baik dengan presiden. Ini penting untuk menata dan membangun kehidupan yang lebih harmonis. Kalau ada semacam ketidakcocokan koordinasi pemerintahan di pusat dan DKI akan merepotkan proses menuju 2024," ungkapnya.

Sebagai informasi, Selasa, 13 September, DPRD DKI sudah menentukan tiga nama calon pengganti Anies Baswedan yang akan memimpin Jakarta mulai 17 Oktober sampai Gubernur DKI baru dilantik sesuai hasil Pemilu 2024.

Hal ini didapatkan dari hasil rapat pimpinan gabungan (rapimgab) sembilan fraksi DPRD DKI. Setiap fraksi memiliki tiga nama yang diajukan. Sehingga, total ada 27 suara yang akan dihimpun untuk menyaring calon Pj Gubernur DKI Jakarta.

Hasilnya, terjaring empat nama, yakni Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta Marullah Matali, Dirjen Polpum Kemendagri Bahtiar, dan Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik Juri Ardiantoro.

Dari hasil rapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi, menampilkan bahwa Heru mendapat 9 suara, Marullah 9 suara, Bahtiar 6 suara, dan Juri mendapat 3 suara. Otomatis, nama Juri gugur untuk diusulkan DPRD ke Kemendagri.