Kasus Korupsi Anggaran Persampahan, Mantan Kadis LH Metro Lampung Jalani Sidang
Terdakwa mantan Kadis Dinas Lingkungan Hidup Kota Metro disidangkan atas perkara korupsi. Bandarlampung, Rabu, (14/9/2022). ANTARA/HO-

Bagikan:

BANDAR LAMPUNG - Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Metro, Lampung, Eka Irianta, menjalani sidang  korupsi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Tahun 2020 pada kegiatan peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan sebesar Rp995 juta.

"Sidang hari ini dengan terdakwa Eka Irianta terkait anggaran yang ada pada Dinas Lingkungan Hidup Metro," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), M Aji Adzmi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kelas I Tanjungkarang, Bandar Lampung dilansir ANTARA, Rabu, 14 September.

Dalam perkara tersebut, lanjut dia, pihaknya telah memiliki nama-nama yang terlibat dalam perkara tersebut. Namun, pihaknya masih menunggu perkembangan dari proses persidangan.

"Sudah ada di berkas kita siapa-siapanya, tapi kita lihat perkembangannya dari hasil persidangan. Kemungkinan mereka akan kita hadirkan sebagai saksi di antaranya 20 orang, sembilan dari dinas dan sisanya dari rekanan," ucap dia.

Penasihat hukum terdakwa, Edison Arifin, dalam persidangan tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan yang telah dibacakan jaksa. Namun, pihaknya ke depan akan mengajukan saksi yang meringankan dalam perkara dugaan korupsi tersebut

"Kita terima dan kita tidak eksepsi. Tapi pada sidang mendatang kita akan ajukan beberapa saksi yang meringankan," katanya.

Terdakwa Ir. Eka Irianta menjalani sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi anggaran pemeliharaan sarana prasarana Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Metro.

Dalam perkara tersebut, terdapat sejumlah item proyek peningkatan operasional dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan pada DLH tahun anggaran 2020. Mulai dari kegiatan perawatan hingga suku cadang dengan total anggaran diperkirakan mencapai Rp2 miliar.

Pada saat penyelidikan dan penyidikan, Kejari Kota Metro telah memeriksa sekitar 25 orang saksi dari unsur pegawai dinas dan pihak rekanan. Dari berkas dan dokumen yang telah dikirim ke BPKP, diperkirakan negara mengalami kerugian sebesar Rp500 juta.