Bagikan:

YOGYAKARTA - Pernah mendengar Electoral threshold? Lalu, apa itu electoral threshold? 

Pasalnya, Electoral threshold yang bahasa Indonesianya adalah "Ambang Pemilihan" adalah jumlah suara minimum yang harus diperoleh suatu partai atau kandidat untuk mendapatkan kursi di badan legislatif. 

Dalam sistem pemilu seperti first past the past, tidak ada batasan pemilu. Sebab, calon hanya perlu meraih suara terbanyak di daerah pemilihannya masing-masing, bukan persentase tertentu dari total suara.

Apa Itu Electoral Threshold? 

Namun, ada sistem pemilihan lain yang mengharuskan kandidat yang berhasil menerima persentase minimum dari total suara. Salah satu contohnya adalah dalam sistem perwakilan proporsional daftar partai di mana kursi yang dimenangkan oleh sebuah partai di badan legislatif sebanding dengan jumlah suara mereka. 

Negara-negara seperti Jerman, yang menggunakan sistem ini, mengharuskan partai-partai untuk mencapai minimal 5% dari total perolehan suara untuk mendapatkan kursi di Bundestag - majelis rendah parlemen Jerman. Jadi, jika sebuah partai hanya memperoleh 4,8% suara nasional, seperti yang dilakukan Partai Demokrat Bebas pada 2013, mereka tidak akan mendapat alokasi kursi.

Para pendukung penerapan ambang batas pemilu berpendapat bahwa hal itu berkontribusi untuk menjaga stabilitas sistem politik dengan mengeluarkan partai pinggiran atau ekstremis dari parlemen. Namun, para penentangnya berpendapat bahwa pengecualian semacam itu gagal mencerminkan keragaman pendapat dalam masyarakat demokratis.

Jumlah Pertai Politik Sesuai Electoral Threshold

Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 {Perihal|Seputar} Pemilu (Pemilihan Umum), electoral threshold ditentukan sebesar 4% (empat persen) dari jumlah bunyi legal secara nasional. Dengan hukum itu, dimungkinkan jumlah optimal parpol yang dapat lolos electoral threshold ada sebanyak 25 parpol.

Tetapi itu cuma "teori". Karena kenyataannya hampir tak mungkin akan ada banyak parpol yang mempunyai perolehan suara sebanyak 4%. 

Perolehan bunyi parpol tak mungkin sama banyak, merata. Ada parpol yang mempunyai perolehan bunyi banyak sebab mempunyai basis dukungan yang besar dan kuat dari rakyat. Tetapi ada pula parpol yang mempunyai perolehan suara sedikit sebab tak mempunyai cukup dukungan dari rakyat.   

Electoral threshold sebetulnya secara implisit mencerminkan "kemauan" rakyat. Bahwa rakyat hakekatnya tak mengharapkan banyak parpol dalam pemilu.

Contoh

Hal itu dapat dipandang dari perolehan suara parpol dari pemilu ke pemilu (di Era Reformasi). Kendati electoral threshold di sebagian pemilu berbeda-beda.

Di Pemilu 1999. Dikala itu electoral threshold yang digunakan sebesar 2,5% dari jumlah bunyi legal secara nasional. Parpol yang memenuhi electoral threshold waktu itu berjumlah kurang dari 10 parpol, yaitu cuma 6 (enam) parpol.

Keenam parpol itu merupakan PDI-P (33,74%), Partai Golkar (22,44%), PKB (12,61%), PPP (10,71%), PAN (7,12%), dan PBB (1,94%). (PBB lolos sebab akumulasi bangku di parlemen lebih dari 2,5%, yakni 2,81%).

Di Pemilu 2004. Dikala itu electoral threshold dinaikkan menjadi 3% dari jumlah suara resmi secara nasional. Parpol yang memenuhi electoral threshold naik menjadi 7 parpol. Namun juga kurang dari 10 parpol.

Ketujuh parpol itu merupakan Partai Golkar (21,62%), PDI-P (18,31%), PKB (12,61%), PPP (8,16%), Partai Demokrat (7,46%), PKS (7,20%), dan PAN (6,47%).

Di Pemilu 2009. Waktu itu electoral threshold yang digunakan masih 3% dari jumlah suara resmi secara nasional. Parpol yang memenuhi electoral threshold naik lagi menjadi 9 parpol. Tetapi juga kurang dari 10 parpol.

Kesembilan parpol itu merupakan Partai Demokrat (20,85%), Partai Golkar (14,45%), PDI-P (14,03%), PKS (7,88%), PAN (6,01%), PPP (5,32%), PKB (4,94%), Partai Gerindra (4,46%), dan Partai Hanura (3,77%).

Berikutnya di Pemilu 2014. Electoral threshold yang digunakan dinaikkan menjadi 4% dari jumlah suara resmi secara nasional. Parpol yang memenuhi electoral threshold naik lagi menjadi 10 parpol, persis.

Kesepuluh parpol itu  yakni PDI-P (18,95%), Partai Golkar (14,75%), Partai Gerindra (11,81%), Partai Demokrat (10,19%), PKB (9,04%), PAN (7,59%), PKS (6,79%), Partai Nasdem (6,72%), PPP (6,53%), dan Partai Hanura (5,26%).

Terakhir di Pemilu 2019. Electoral threshold yang digunakan konsisten 4% dari jumlah suara resmi secara nasional. Parpol yang memenuhi electoral threshold menurun, berkurang dari sebelumnya. Parpol yang memenuhi electoral threshold menjadi sama seperti Pemilu 2009, yaitu 9 parpol.

Kesembilan parpol itu merupakan PDI-P (19,33%), Partai Gerindra (12,57%), Partai Golkar (12,31%), Partai Nasdem (9,05%), PKB (9,69%), PKS (8,21%), Partai Demokrat (7,77%), PAN (6,84%), dan PPP (4,52%).

Menurut perolehan bunyi dari pemilu ke pemilu di atas, belum pernah sekali bahkan ada parpol yang lolos electoral threshold lebih dari 10 parpol. Hal itu {dapat} dipahami bahwa secara relatif jumlah parpol yang diharapkan rakyat optimal cuma 10 parpol atau di bawah 10 parpol. Itulah jumlah parpol "tepat" menurut electoral threshold.

Setelah tahu apa itu electoral threshold, simak berita menarik lainnya hanya di VOI, saatnya merevolusi pemberitaan!