Ratu Atut Bebas, Pengamat Nilai Dinasti Banten Bakal Kembali Bangkit di Pilkada 2024
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah/ Foto: IST

Bagikan:

TANGERANG - Tersangka kasus tindak pindana korupsi (Tipikor) Ratu Atut Chosiyah dinyatakan bebas bersyarat pada Selasa, 6 September 2022. Bebasnya mantan Gubernur Banten itu menjadi sorotan publik.

Komunikolog Politik dan Hukum Nasional, Tamil Selvan mengaitkan bebasnya Atut dengan dunia politik. Tamil menilai bebasnya Ratu Atut akan kembali membangkitkan dinasti dalam kontestasi Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024 mendatang.

"Keluarnya Ratu Atut itu suatu simbol dinasti akan kembali berjaya di Banten, dan ini akan menjadi suatu simpul kekuatan yang perlu diwaspadai oleh calon-calon peserta Pilkada," kata Tamil saat berbincang, Rabu, 7 September.

Menurut Tamil, keluarga besar TB Chasan atau ayah dari Ratu Atut, memiliki peluang untuk memimpin sejumlah kota atau kabupaten hingga kursi wakil gubernur di wilayah Provinsi Banten.

"Walaupun Atut, dibalik jeruji besi sangat banyak sanak famili yang dapat memimpin sebagai Wali Kota, Bupati hingga wagub di Provinsi Banten, maka kembalinya Atut atau keluarnya dari penjara itu merupakan simbol kembalinya dinasti berjaya di Banten," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Lapas Kelas II A Tangerang Yekti Apriyanti membenarkan mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah mendapatkan program reintegrasi, yakni berupa pembebasan bersyarat mulai Selasa, 6 September.

"Benar, bawah Ratu Atut mendapatkan program reintegrasi yaitu pembebasan berysarat," kata Kepala Lapas Kelas II A Tangerang Yekti Apriyanti, dilansir dari Antara.

Pembebasan bersyarat yang diterima Ratu Atut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dikonfirmasi terpisah, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) juga membenarkan pembebasan bersyarat Ratu Atut Chosiyah.

"Betul hari ini sudah dikeluarkan dari Lapas Kelas IIA Tangerang dengan program pembebasan bersyarat," kata Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Rika Aprianti di Jakarta.