Bagikan:

JAKARTRA - Komisi I DPR menyoroti kasus mutilasi warga di Papua yang dilakukan oknum prajurit TNI saat rapat kerja dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 1 September.  

Sorotan itu dilaporkan Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Effendi Simbolon ke Menlu lantaran khawatir peristiwa tersebut berdampak pada penyelenggaraan G20 di Indonesia. 

Bahkan menurut Effendi, kasus TNI memutilasi warga di Papua lebih hebat daripada kasus pembunuhan berencana yang dilakukan perwira tinggi Polri kepada anak buahnya. 

"Kasus mutilasi sangat serius, ini kita dipermalukan, bukan cuma kombatan yang kita hantam, tapi warga sipil kita mutilasi, dan ini lebih hebat dari peristiwa Sambo. Tentara memutilasi orang sipil, Bu, luar biasa," ujar Effendi. 

Politikus PDIP itu lantas mengusulkan kepada Komisi I DPR agar membentuk tim khusus untuk mengawal kasus tersebut. Effendi menegaskan, kasus mutilasi di Papua merupakan pelanggaran HAM.

"Saya usul ke Komisi I kita harus bentuk timsus, ini pelanggaran HAM," tegas Effendi.

Menurut Effendi, kasus mutilasi di Papua juga bisa berdampak pada pergerakan kelompok di beberapa negara. Apabila hal itu terjadi, kata dia, Indonesia bisa terdampak terlebih menjelang gelaran G20. 

"Saya dengar ini ada gerakan kecil pelan di Black Caucus ini membawa isu ini. Black Caucus ini sudah cukup terbukti, once mereka bersatu, Eropa dan Amerika dan tentu Australia dan Salomon, Ibu Menlu akan kerepotan nanti, apa lagi jelang G20, Bu. Kita ingin semua smooth dan dilaksanakan dengan baik, dan hasil berjalan baik," kata Effendi Simbolon. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa untuk membantu polisi mengungkap kasus tentara memutilasi warga Papua. Presiden ingin kasus tersebut diusut sampai tuntas agar kepercayaan publik terhadap TNI tidak luntur.

Presiden memerintahkan agar Polisi dan TNI bahu-membahu menegakkan hukum terhadap kasus ini.

"Saya perintahkan kepada Panglima TNI untuk membantu proses hukum yang juga telah dilakukan oleh kepolisian tapi di-backup oleh TNI. Sehingga sekali lagi proses hukum harus berjalan sehingga kepercayaan masyarakat kepada TNI tidak pudar," ujar Jokowi dilansir kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu, 31 Agustus.

"Sekali lagi, proses hukum harus berjalan sehingga kepercayaan masyarakat kepada TNI tidak pudar," kata Jokowi menegaskan.

Sebagaimana diketahui, enam prajurit TNI Angkatan Darat (AD) ditetapkan sebagai tersangka kasus mutilasi ini. Mereka berasal dari kesatuan Brigif 20/IJK/3 Kostrad, terdiri dari 1 orang berpangkat mayor, 1 orang berpangkat kapten, 1 orang berpangkat praka, dan 3 orang berpangkat pratu. Mereka ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 28 Agustus, di ruang tahanan Subdenpom XVII/C Mimika.

Peristiwa mutilasi itu terjadi di Kampung Pigapu, Distrik Mimika Timur, Kabupaten Mimika, Papua, pada 22 Agustus malam. Ada indikasi bahwa pembunuhan itu dilatarbelakangi masalah jual beli senjata. Hal ini telah disorot oleh Komnas HAM pula sebagai isu signifikan.