Bagikan:

JAKARTA - Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian  Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei didakwa melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga menyebabkan kerugian negara senilai Rp6,047 triliun dalam proses Persetujuan Ekspor (PE) minyak goreng.

"Terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei menggunakan jabatannya sebagai Tim Asistensi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk bertindak seolah-olah sebagai pejabat yang mempunyai otoritas dalam penerbitan Persetujuan Ekspor dengan memberikan rekomendasi Persetujuan Ekspor CPO dan produk turunannya yang diajukan pelaku usaha, padahal mengetahui bahwa kewajiban realisasi DMO tidak dipenuhi sehingga mengakibatkan minyak goreng di pasar dalam negeri langka," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Muhammad, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Rabu, 31 Agustus.

Lin Che Wei juga disebut sebagai penasihat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI).

Dalam surat dakwaan disebutkan pada sekitar Januari 2022, Menteri Perdagangan saat itu Muhammad Lutfi berkomunikasi melalui ponsel dengan Lin Che Wei dengan bertanya "masih staf Menko Perekonomian kan?", dan dijawab "Iya". M Lutfi juga bertanya kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto apakah Lin Che Wei masih menjadi staf Menko Perekonomian dan dijawab "iya".

Lin Che Wei juga menyampaikan kepada M Lutfi, dirinya memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas sebagai analis industri kelapa sawit. Lin Che Wei memang anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian berdasarkan Keputusan Menko Perekonomian Nomor 376 Tahun 2019, namun ia tidak pernah mendapatkan penugasan sebagai advisor atau sebagai analisis pada Kementerian Perdagangan.

"Namun Lin Che Wei diikutkan dalam pembahasan kelangkaan minyak goreng yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan berdasarkan hubungan pertemanan saja, dan untuk itu ia tidak memperoleh fee dari bantuan yang diberikan tersebut, karena sejak awal tidak memiliki kontrak kerja maupun MoU dengan Kementerian Perdagangan," ujar jaksa.

Selain sebagai Tim Asistensi Menko Perekonomian, Lin Che Wei juga memiliki lembaga konsultan yang bernama "Independent Research & Advisory Indonesia" (IRAI).

Melalui IRAI, ia pernah bertindak sebagai advisor perusahaan-perusahaan yang terkait dengan bisnis sawit dan bisnis minyak goreng yang mengajukan permohonan persetujuan ekspor, di antaranya PT Wilmar Bio Energi Indonesia dan PT Musim Mas.

Perbuatan lain Lin Che Wei dalam proses penerbitan PE minyak goreng adalah mengusulkan agar syarat persetujuan ekspor pemenuhan realisasi distribusi dalam negeri (domestic market obiligation/DMO) yang telah ditetapkan Permendag No. 8 Tahun 2022 dikembalikan seperti dalam Permendag 2 Tahun 2022 yang hanya mensyaratkan pemenuhan rencana distribusi dalam negeri bagipelaku usaha untuk mendapatkan persetujuan ekspor.

Selanjutnya Lin Che Wei menjalankan skema komitmen (pledge) bagi pelaku usaha yang sifatnya sukarela untuk mendistribusikan minyak goreng dalam negeri. Padahal kewajiban distribusi minyak goreng dalam negeri telah diatur dalam kewajiban Realisasi Distribusi Kebutuhan Dalam negeri (DMO) sebesar 20 persen untuk persetujuan ekspor yang dibuktikan dengan melampirkan penjualan dalam negeri, PO, DO dan faktur pajak seperti dalam Permendag 8 Tahun 2022 dan turunannya dalam Kemendag 127 Tahun 2022.

Lin Che Wei juga disebut merancang, mengolah dan membuat analisa realisasi komitmen (pledge) dari pelaku usaha yang tidak menggambarkan kondisi pemenuhan kewajiban DMO yang sebenarnya, sehingga menjadi dasar untuk Indra Sari Wisnu Wardhana dalam menerbitkan permohonan PE ekspor CPO dan turunannya.

Lin Che Wei pun didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indra Sari Wisnu Wardhana, Master Palulian Tumanggor sebagai Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley Ma selaku Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, dan Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas.

Perbuatan kelimanya mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya sejumlah Rp6.047.645.700.000 sebagaimana Laporan Hasil Audit BPKP Nomor: PE.03/SR – 511/ D5/01/2022 tanggal 18 Juli 2022.

Kerugian keuangan negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas PE produk CPO dan turunannya dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO.

Dengan tidak disalurkannya DMO, negara harus mengeluarkan dana BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen.

Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran BLT minyak goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga tidak mampu akibat kelangkaan.

Namun perbuatan kelima terdakwa juga telah memberikan dampak kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng yang menimbulkan beban tinggi terhadap perekonomian yang dirasakan oleh masyarakat dan perusahaan yang menggunakan bahan baku produk turunan CPO, sehingga menyebabkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp12.312.053.298.925.

Atas perbuatannya para terdakwa terancam pidana Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap dakwaan tersebut, kelima terdakwa mengajukan eksepsi (nota keberatan) yang akan dibacakan pada Selasa, 6 September 2022.