Bagikan:

JAKARTA - Polda Metro Jaya membekuk seorang Warga Negara asal Tiongkok berinisal LS, karena menjalankan praktik dokter tanpa izin di wilayah Tanjung Priok, Jakarta Utara. Selain itu, mereka juga menggunakan obat-obatan yang tidak terdaftar di BPOM.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, penggerebekan ini dilakukan setelah menerima informasi dari masyarakat pada Juli 2019 bahwa terdapat seorang dokter asing yang sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia melayani pasien di Klinik Cahaya Mentari. 

"Setelah beberapa lama kita selidiki dan memastikan adanya pelanggaran, kami langsung melakukan penggerebekan," ucap Yusri di Jakarta, Kamis, 23 Januari.

Dalam penggerebekan tersebut, selain menangkap LS alias LI yang berperan sebagai dokter, polisi juga menangkap pemilik klinik berinisial A yang berkewarganegaraan Indonesia. 

Yusri menerangkan, klinik tersebut sebenarnya berstatus legal dan berizin. Selain itu, LI pun berprofesi sebagai dokter di negara asalnya. Namun semuanya menjadi bermasalah karena LI hanya memiliki visa wisatawan di Indonesia, bukan visa kerja.

"Dokter LI ini tidak punya izin praktik. Sudah dicek statusnya memang dokter, tapi tidak punya izin praktik di Indonesia," kata Yusri.

Di kesempatan yang sama, Kanit 4 Subdit 3 Sumdaling Kompol Imran Gultom, menambahkan, praktik pengobatan ilegal ini telah berjalan sekitar 3 bulan. Di mana telah menerima sekitar 400 orang pasien yang berobat di klinik tersebut. 

Polda membongkar Praktik pengobatan ilegal (Rizki Adytia Pramana/VOI)

Selama beroperasi, para pelaku telah meraup keuntungan mencapai Rp1 miliar. Sebab untuk satu kali pengobatan, mereka mematok biaya hingga belasan juta rupiah. 

"Masyarakat (berobat) ke sana karena dokter asing, mereka lebih yakin. Yang kedua karena berobat tanpa operasi. Biayanya cukup mahal antara 7 sampai 15 juta," kata Imran.

Lebih jauh, dikatakan, penyidik tetap akan mengembangkan perkara ini dengan memeriksa kondisi para pasien yang telah berobat di klinik tersebut. Tujuannya, untuk mengetahui efek samping dari obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan tersebut.

"Ini akan kita ikut sertakan dinas kesehatan untuk mengetahui efek-efek dari obat yang tak tidak terdaftar itu," tandas Imran.

Atas perbuatan, kedua tersangka dikenakan Pasal 78 junto Pasal 73 ayat 2 dan atau Pasal 75 ayat 3 junto Pasal 32 ayat 1 dan atau Pasal 76 junto Pasal 36 dan atau Pasal 77 junto Pasal 73 ayat 1 UU RI nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran. Tersangka juga dikenakan Pasal 201 junto 197,198,108 UU RI nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Kedua tersangka terancam hukuman 15 tahun penjara.