Bagikan:

JAKARTA - Pengamat ekonomi, Bayu Saputra menilai sudah saatnya Bank Bengkulu menjadi perusahaan terbuka dengan melepas sebagian sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Kata Bayu, langkah itu dilakukan untuk menyelamatkan bank tersebut dari turun kasta menjadi bank pengkreditan rakyat (BPR) karena tidak mampu mencukupi modal inti menjadi bank umum kegiatan usaha (BUKU) II.

Sebelumnya, Bank Bengkulu diberi tenggat waktu hingga akhir Desember mendatang untuk memenuhi modal inti sebesar Rp1 triliun sesuai dengan peraturan OJK nomor 12/POJK.03/2020 tentang konsolidasi bank umum jika tidak ingin turun kasta menjadi BPR.

Menurut Bayu, dengan menjadi perusahaan go public, Bank Bengkulu tidak akan kesulitan memenuhi persyaratan modal inti perusahaan, ketimbang meminta dukungan finansial ke investor atau private equity.

"Kalau di pasar modal investornya sudah banyak, baik domestik maupun luar negeri dan kalau go public modal intinya malah bisa cepat naik karena Rp1 triliun itu modal yang sedikit kalau di pasar modal," kata Bayu dikutip dari Antara, Jumat 20 November.

Bayu menilai, secara keseluruhan Bank Bengkulu siap menjadi perusahaan terbuka dengan melepas sebagian sahamnya ke pasar modal. Hal itu terlihat dari laporan keuangan dan laporan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG) bank tersebut yang terus menunjukkan perkembangan positif.

Hal itu dibenarkan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan Bengkulu Tito Adji. Tito, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis menyebut Bank Bengkulu saat ini dalam kondisi sehat karena pertumbuhannya terus menunjukkan tren positif.

Data OJK Perwakilan Bengkulu menyebutkan, per September 2020 total aset Bank Bengkulu tumbuh 24,84 persen. Begitu pula dana pihak ketiga bank tersebut tumbuh 37,27 persen dan total kredit naik 12,44 persen. Selain itu, angka kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) Bank Bengkulu turun 1,03 persen.

"Butuh keberanian oleh pihak manajemen untuk bisa go public karena kalau go public perusahaan wajib keterbukaan informasi. Jadi apa pun bentuk informasi di internal itu harus di-show up atau diumumkan ke publik," tutur Bayu.

Ia menambahkan, saat ini sudah banyak perusahaan bank daerah yang mencatatkan sahamnya untuk diperdagangkan di pasar modal salah satunya yakni Bank Jabar, Bank Banten dan Bank Jatim.

Ketiga bank itu, kata Bayu, mempercepat penambahan modal inti perusahaan untuk mencukupi persyaratan bank umum kegiatan usaha (BUKU) dengan cara melepas sahamnya ke pasar modal.

Di mana, berdasarkan peraturan OJK nomor 12/POJK.03 mensyaratkan agar setiap bank yang ingin mempertahankan status sebagai bank umum harus meningkatkan modal inti sebesar Rp1 triliun per tahunnya.

"Pemda sebagai pemegang saham utama jangan melepas saham mayoritas, cukup lepas 20 sampai 30 persen. Jadi pengambilan keputusannya tetap ditangan Pemda," demikian Bayu.