Bagikan:

JAKARTA - Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Moh Ali Irvan menyoroti dugaan adanya manuver dari oknum petinggi Polri agar sengaja memperlambat penyelesaian kasus pembunuhan Brigadir J di rumah singgah eks Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.

Dalam hal ini, Ali meminta kepada Kabareskrim yang secara khusus bertindak dalam penanganan kasus ini untuk segera menuntaskan kasus ini agar bisa segera dibawa ke pengadilan.

"Kabareskrim jangan main-main. Jutaan rakyat menunggu babak akhir dari kasus ini. Jangan berlarut-larut seperti sinetron," kata Ali dalam keterangan tertulis, Minggu 14 Agustus.

Dosen Komunikasi UIN Jakarta ini juga mengapresiasi langkah Kapolri yang menetapkan Irjen Ferdy sambo sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir J. Menurutnya, penetapan itu merupakan upaya Kapolri untuk memperbaiki citra Korps Bhayangkara.

"Itu merupakan upaya Kapolri untuk mengembalikan citra kepolisian dan kepercayaan publik," tuturnya.

Ali melanjutkan, kasus Brigadir J menurutnya bukan hanya kasus penembakan, tetapi ada upaya menutup-nutupi hingga merekayasa kasus yang dilakukan oleh oknum internal Polri.

Dia bilang, untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian maka usut tuntas upaya rekayasa yang dilakukan oleh kelompok kepolisian pada kasus penembakan Brigadir J.

"Kapolri jangan ragu untuk menuntaskan kasus ini. Tindak tegas jika ada oknum di kepolisian yang mencoba menhambat pengungkapan kasus ini," tegas Ali.

Sebelumnya, Tim Khusus Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan sangkaan pembunuhan berencana, keempatnya terancam dengan pidana maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol. Agus Andrianto menyampaikan, keempat tersangka itu Bharada Dua Polri Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, Bripka Ricky Rizal atau Bripka R, Kuat, dan Irjen Pol. Ferdy Sambo.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan keempat tersangka, menurut perannya masing-masing, penyidik menetapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun,” kata Agus dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa 14 Agustus malam.