Bagikan:

JAKARTA - Organisasi hak asasi manusia di Belarusia, Viasna, melaporkan ada 1.000 demonstran ditahan dalam satu hari karena memprotes kemenangan Presiden Belarusia Alexander Lukashenko ditahan. Massa geram sebab merasa dicurangi pada hasil Pemilu Belarusia Agustus lalu.

Penangkapan yang dilakukan dalam sehari itu merupakan yang terbesar sejak unjuk rasa pada Agustus lalu menurut CNN. Saat ini, Viasna meyakini setidaknya total jumlah orang yang ditangkap ada lebih dari 25.000 orang.

Unjuk rasa yang sudah bergulir selama empat belas minggu itu menuntut pengunduruan diri Lukashenko yang telah memimpin negara itu selama 26 tahun. Penahanan massal tersebut terjadi setelah peristiwa kematian Roman Bondarenko, seorang pengunjuk rasa anti-pemerintah berusia 31 tahun. Ia tewas setelah dianiaya pasukan keamanan. 

Kakaknya, Volga Kucharenka, mengatakan dalam sebuah video pada Kamis 12 November bahwa Bondarenko dipukuli di departemen kepolisian pusat, atau dalam perjalanan ke departemen ini. Kucharenka menjelaskan bahwa Bondarenko dibawa dari departemen kepolisian pusat Minsk ke rumah sakit setelah menderita luka parah. Dia meninggal keesokan harinya sekitar jam 8 malam waktu setempat.

"Malam ini saya mengetahui bahwa saudara laki-laki saya telah meninggal di rumah sakit setelah seharian berada di ruang perawatan intensif," kata Kucharenka dalam video tersebut yang terlihat tengah menahan tangis.

"Roman tidak memprovokasi perkelahian, saya tahu pasti, saya tahu dari saksi mata. Semua yang buruk telah terjadi kemudian... Saya membuat video ini untuk memberi tahu orang-orang apa yang sedang terjadi. Kakak saya adalah pria yang tenang dan positif, dia selalu menghindari konflik," ujarnya.

Selama protes Minggu kemarin, polisi menggunakan pentungan, gas air mata, dan meriam air untuk membubarkan massa. Video menunjukkan polisi dengan kasar memukuli pengunjuk rasa di supermarket. Video lain menunjukkan polisi menahan orang dan membawa mereka pergi dengan kendaraan polisi.

Penahanan juga terjadi di kota Navahrudak, Babruisk, Vitsebsk, Homel dan Svetlahorsk, menurut Viasna. Setidaknya 23 jurnalis telah ditahan di seluruh negeri, kata Asosiasi Jurnalis Belarusia dalam sebuah pernyataan.

"Polisi menahan wartawan yang meliput protes di Minsk, Vitebsk, Hrodna dan Pinsk. Kami mengetahui ada 23 penahanan," kata Asosiasi Jurnalis Belarusia dalam pernyataannya.

Tak manusiawi

Mantan calon presiden Svetlana Tikhanovskaya, yang sekarang tinggal di luar Belarusia, menyebut Bondarenko sebagai pahlawan protes yang dibunuh "oleh kaki tangan rezim." Ia juga mengatakan Bondarenko merupakan korban dari sistem rezim yang tak manusiawi.

"Dia adalah korban yang tidak bersalah dari sistem tidak manusiawi yang menganggap nyawa orang sebagai biaya kekuasaan," kata Tikhanovskaya di Telegram. "Kami semua mengerti bahwa orang yang damai bisa berakhir di tempatnya."

"Seperti jutaan orang Belarusia, saya bersimpati dengan keluarga Roman. Kami tidak akan memaafkan pembunuhan ini. Kami akan menuliskan namanya dalam sejarah Belarusia baru sebagai nama seorang pahlawan," jelasnya. 

Kematian Bandarenko ditanggapi oleh Direktur Amnesty International untuk Eropa Timur dan Asia Tengah, Marie Struthers. Ia mengatakan pihak berwenang di Belarusia harus segera meluncurkan penyelidikan yang cepat, menyeluruh, tidak memihak dan independen.

"Ada sedikit keraguan bahwa dia dipukuli oleh petugas pasukan keamanan, seperti ratusan pengunjuk rasa damai lainnya yang telah diserang hanya karena mengangkat suara mereka," kata Struthers. 

"Bukannya membawanya ke rumah sakit, polisi malah menangkapnya dan menahannya. Sudah waktunya untuk mengakhiri pemerintahan teror ini dan membuka kedok semua orang yang bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan ini," tambahnya. 

Desakan 

Pada Kamis 12 November, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo mendesak pihak berwenang Belarusia untuk membebaskan tahanan politik. Pompeo juga menyerukan agar pihak berwenang tak mengabaikan hak asasi manusia. 

Pompeo mengatakan kebebasan berpendapat yang dilakukan secara damai dalam aksi unjuk rasa merupakan hal yang fundamental. Ia juga menyinggung soal Pemilu yang bebas dan adil. Menurut Pompeo, perlu diadakan advokasi dialog nasional untuk mengakhiri krisis yang tengah berlangsung.

"Para tahanan politik ini telah tunduk pada kondisi penahanan yang keras dan mengancam jiwa, termasuk laporan penyiksaan yang kredibel," kata Pompeo. "Mereka termasuk di antara ribuan orang yang telah menjadi sasaran penahanan yang tidak adil sejak dimulainya penumpasan dengan kekerasan."

"Amerika Serikat mendukung mereka yang ditahan dan tidak ditemukan, mereka yang telah terbunuh, dan mereka yang terus secara damai menegaskan hak mereka untuk memilih pemimpin mereka dalam pemilihan yang bebas dan adil," tutup Pompeo.