JAKARTA - Ribuan orang berunjuk rasa di Ibu Kota Belarusia, Minsk. Tuntutan agar Presiden Alexander Lukashenko mengundurkan diri tak surut meski aparat telah menyerukan ancaman senjata.
Belarus, bekas Republik Soviet yang bersekutu dekat dengan Rusia tengah diguncang serentetan aksi protes. Hal itu terjadi sejak otoritas mengumumkan Lukashenko kembali unggul pada Pemilu 9 Agustus dengan perolehan 80 persen suara.
Kantor berita Interfax menyebut jumlah demonstran ada di angka lebih dari 30 ribu orang. Di antara itu, 50 demonstran ditangkap.
Selain itu otoritas keamanan juga mengacaukan sinyal pita lebar seluler di sejumlah wilayah di Minsk. Disebutkan pula bahwa suara keras seperti granat kejut terdengar dekat dengan kerumunan massa.
Pejabat polisi senior, pekan lalu mengatakan aparat kepolisian akan diizinkan menggunakan senjata api untuk menghadapi demonstran. Pasukan keamanan menahan lebih dari 13 ribu orang sejak pemilu.
BACA JUGA:
Di antara tangkapan, polisi turut menangkap semua pemimpin oposisi berpengaruh yang belum meninggalkan negara tersebut. Selain itu otoritas juga menekan media independen.
Pemimpin oposisi, Sviatlana Tsikhanouskaya, yang menyelamatkan diri ke Lithuania, pekan lalu mendesak Lukashenko agar mundur. Sviatlana juga memberi tenggat hingga 25 Oktober.
Ia mengatakan Lukashenko akan menghadapi aksi nasional yang melumpuhkan Belarusia jika Lukashenko melewati tenggat. Tekanan terhadap Lukashenko terus meluas. Sang Presiden telah memimpin secara otoriter sejak 1994.