Bagikan:

JAKARTA - Masyarakat Belanda melakukan aksi unjuk rasa menyuarakan penolakan terkait langkah pemerintah memperketat aturan pencegahan penularan COVID-19. Aksi itu kemudian ricuh setelah kelompok suporter sepak bola bergabung.

Minggu, 21 Juni, ratusan orang turun ke jalan. Dilaporkan CNA, otoritas sempat melarang unjuk rasa lantaran informasi yang menyebut adanya rencana penyusupan oleh kelompok pembuat onar.

Namun, otoritas akhirnya mengizinkan unjuk rasa dalam waktu terbatas. Para pengunjuk rasa membawa poster dan spanduk-spanduk yang menentang langkah pemerintah menanggulangi COVID-19, termasuk soal pembatasan jarak fisik.

Aksi yang berjalan damai kemudian ricuh. Kelompok suporter sepak bola yang bergabung dengan massa aksi memulai bentrokan dengan polisi antihuru-hara.

Mereka melempari petugas yang berjaga di Stasiun Pusat dengan batu dan botol. Aksi balasan dilakukan polisi. Mereka mengepung demonstran yang menolak meninggalkan lapangan Malieveld dan menembakkan meriam air ke arah demonstran.

"Para pengunjuk rasa yang tersisa menolak untuk pergi dan telah ditahan di bawah undang-undang unjuk rasa publik," kata polisi Den Haag.

"Sekitar 400 telah ditangkap dan terdapat lima orang di antaranya yang diperiksa karena melemparkan batu," tambahnya.

Meski begitu, sebagian besar di antara pengunjuk rasa telah dibebaskan. Aksi ini tak diduga, mengingat Belanda sejatinya telah dipuji karena kebijakan kuncitara cerdas.

Belanda disebut berhasil menurunkan laju penularan COVID-19 dengan efektif meski tak menerapkan pembatasan aktivitas warga seketat negara Eropa lain. Bahkan, Restoran, bioskop, kafe, dan museum telah diizinkan untuk buka kembali pada 1 Juni.

Pascapembukaan aktivitas-aktivitas itu, pemerintah Belanda baru memperketat aturan jaga jarak fisik. Setiap restoran dan kafe harus membatasi kunjungan pelanggan maksimal 30 orang di satu waktu.

Sejauh ini Belanda telah mengonfirmasi 49.593 kasus penularan COVID-19. Di antara itu, terdapat 6.090 kasus meninggal dunia.