JAKARTA - Mantan Kasie Wilayah 1 di bawah Subdirektorat Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Kementerian Dalam Negeri Poltak Pakpahan mengakui ada permintaan penghentian pengurusan pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 untuk Kolaka Timur pascaoperasi tangkap tangan (OTT) Bupati Kolaka Timur Andi Merya.
"Saya sudah pindah dari Subdit Pinjaman Daerah, saya keluar dari situ sebelum sampai Kokala Timur selesai, tetapi baru proses mana daerah yang diterima, mana yang belum. Jadi, belum ada surat pertimbangan, baru mau dibuatkan," kata Poltak di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Kamis, 4 Agustus.
Poltak menjadi saksi untuk dua orang terdakwa, yaitu mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto yang mendapatkan suap sebesar Rp1,5 miliar dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M. Syukur Akbar yang mendapat suap Rp175 juta dari Bupati Kolaka Timur non-aktif Andi Merya dan LM Rusdianto Emba terkait dengan persetujuan dana pinjaman PEN untuk kabupaten Kolaka Timur pada tahun 2021.
Sebelumnya, tim KPK melakukan OTT terhadap Bupati Kolaka Timur Andi Merya dan Kepala Badan Penanggulanan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur Anzarullah pada tanggal 21 September 2021 di rumah jabatan Bupati Koltim.
Andi Merya menerima suap senilai Rp250 juta dalam dua tahap dari Anzarullah terkait dengan anggaran perencanaan pembangunan 100 unit rumah dan jembatan yang ditangani pihak BPBD Koltim.
"Sebenarnya maaf, (prosesnya) bukan tidak dilanjutkan, pada saat mau buat data, disuruh Bu Ana, katanya 'Coba buat data, mana-mana backdate juga, sudah surat pertimbangan tetapi untuk Kolaka Timur nah ini pending dahulu karena ada OTT'," ungkap Poltak.
Ana yang dimaksud adalah Kasubdit Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Yuniar Dyah Prananingrum yang merupakan atasan Poltak.
"Selanjutnya saya tidak tahu lagi Pak, jadi kami kerjakan yang lain, saya tidak mau tahu Pak, jadi yang penting saya mengerjakan tugas saya saja Pak," ungkap Poltak.
Poltak selaku analis memang bertugas untuk membuat draf surat pertimbangan dari Kemendagri sebagai salah satu syarat suatu daerah dapat memperoleh pinjaman dana PEN.
"Saat disposisi datang, kami siapkan dokumen yang dibutuhkan. Akan tetapi, memang untuk Kolaka Timur ada permohonan direvisi karena angka pinjaman berubah," tambah Poltak.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), kata dia, proses di Kementerian Dalam Negeri seharusnya hanya 3 hari. Akan tetapi, hal tersebut tidak mungkin dilakukan.
"Dari staf (saya) kepada kasubdit untuk dibaca ulang lalu dicetak kemudian diparaf, masuk direktur, dari direktur ke dirjen, dari dirjen ke sekjen dibuat disposisi ke biro hukum, dikembalikan ke sekjen lalu ke sekretariat irjen, dari irjen kembali ke sekjen lalu ke stafsus baru ke menteri, jadi belum tentu hari itu bisa semua. Semua daerah prosesnya melampaui 3 hari Pak," ungkap Poltak.
BACA JUGA:
Dalam dakwaan disebutkan terdakwa Ardian Noervianto menyampaikan kepada Laode Syukur agar pengajuan pinjaman PEN Kolaka Timur disetujui.
Atas permintaan Ardian tersebut pada tanggal 10 Juni 2021 La Ode Syukur dan Sukarman Loke bertemu di kantor Ardian. Dalam pertemuan itu Ardian meminta fee sebesar 1 persen kapada Laode Syukur.
Selanjutnya, Andi Merya meminta Mujeri Dachri Muchlis (suami Andi Merya) mentransfer uang seluruhnya sebesar Rp2 miliar secara bertahap, yaitu pada tanggal 11 dan 16 Juni 2021 ke rekening Bank Mandiri atas nama L.M. Rusdianto Emba untuk diserahkan kepada Ardian melalui Laode Syukur dan sukarman Loke.
Atas pengajuan pinjaman PEN dari Pemkab Kolaka Timur, Ardian memberikan prioritas dengan membahasnya dalam rakortek dengan PT SMI, Pemkab Kolaka Timur, Kemenkeu (DJPK), dan Kemendagri yang hasilnya Kolaka Timur mendapatkan pinjaman dana PEN sebesar Rp151 miliar.