JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium di Jawa, Madura dan Bali (Jamali) akan dihentikan mulai Januari 2021.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) MR Karliansyah mengatakan, keputusan penghapusan premiun ini disampakan oleh Direktur Operasi PT Pertamina (Persero) dalam sebuah pertemuan pada Senin lalu.
"Syukur alhamdulillah, Senin malam yang lalu saya bertemu dengan Direktur Operasi Pertamina. Beliau menyampaikan per 1 Januari 2021 premium di Jamali khususnya itu akan dihilangkan kemudian menyusul kota-kota lainnya di Indonesia," tuturnya, dalam webinar yang disiarkan melalui Youtube YLKI.ID, Jumat,13 November.
Karliansyah mengatakan pemerintah berkomitmen untuk mengendalikan pencemaran udara dari kendaraan bermotor. Komitmen ini juga sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 28H ayat (1) dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup.
Dalam pasal 28H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh layanan kesehatan.
"Udara merupakan salah satu unsur esensial. Manusia dapat bertahan hidup sekitar 3 minggu tanpa makanan, bisa bertahan 3 hari tanpa minuman. Tetapi tanpa oksigen otak manusia hanya bisa bertahan 10-15 menit saja," katanya.
Menurut dia, ada tiga penyebab pencemaran udara di Indonesia yaitu kebakaran hutan/lahan, transportasi dan industri. Sementara itu, pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dominan disebabkan oleh kendaraan bermotor.
Berdasarkan studi Asian Development Bank pada tahun 2000, kata dia, konstribusi emisi kendaraan bermotor terhadap pencemaran udara di Jakarta menyumbangkan sekitar 71 persen oksigen nitrogen dan 15 persen sulfur dioksida.
BACA JUGA:
Pada tahun 2010, Karliansyah mengatakan, KLH melakukan studi banding tentang kegiatan kesehatan terhadap pencemaran udara. Hasilnya menujukan bahwa biaya kesehatan penduduk Jakarta berkisar antara Rp697,9 hingga Rp38,5 triliun. Biaya tersebut dikeluarkan untuk mengobati penyakit asma, ISPA, pneumonia, hingga penyempitan saluran pernafasan/paru kronis.
Karena hal itu, katanya, KLHK berupaya mengganti bahan bakar lebih ramah lingkungan. Pada 7 April 2017 telah menerbitkan Permen KLHK no.20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N dan O yang menjadi dasar diterapkannya BBM berstandar Euro 4.
"Peraturan ini menurunkan kadar maksimal sulphur di bensin dan solar dari 500 ppm menjadi 50 ppm," ujarnya.
Namun sayangnya, di tengah upaya itu, data penjualan bensin masih menunjukkan premium dan pertalite yang mempunyai RON di bawah 91 masih mendominasi. Premium yang memiliki angka RON 88 masih mendominasi 55 persen penjualan bensin dan Petralite yang memiliki RON 90 menempati 33 persen penjualan.
Karliansyah mengakui, kualitas BBM ramah lingkungan memang lebih mahal dibandingkan kualitas rendah. Sehingga masyarakat yang mau beli BBM kualitas rendah tersebut masih tinggi.
Padahal untuk kendaraan yang digunakan saat ini, teknologi sudah tidak sesuai dengan premium, Petralite atau Solar. "Ini merupakan tantangan yang harus kita hadapi bersama," jelasnya.