Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meminta ssemua pihak khususnya yang bergerak di bidang kesehatan memperhatikan aturan pengelolaan limbah medis terutama di masa pandemi COVID-19. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan virus akibat limbah medis.

"Saya mengajak dan menyerukan kepada semua pemangku kepentingan terutama yang berada pada ajaran kesehatan di seluruh Indonesia dan sektor lain untuk mendorong penerapan praktik pengelolaan limbah medis sesuai persyaratan agar mencegah COVID-19 dan penyakit menular lainnya," kata Terawan dalam kegiatan Seruan Nasional Akselerasi Penanganan Limbah Medis yang ditayangkan di akun YouTube Kementerian Kesehatan, Jumat, 13 November.

Limbah medis, sambung Terawan, sangat berbahaya dan beracun sehingga dapat menimbulkan dampak pada kehidupan manusia dan lingkungan.

Atas alasan ini, Terawan meminta agar seluruh fasilitas kesehatan menyediakan sarana dan prasarana untuk pengelolaan limbah medis ini sesuai dengan standar. Pemerintah daerah, kata Terawan, harus memberikan dukungan sehingga pengelolaan limbah medis dapat terselenggara dengan baik dan benar.

Selanjutnya, mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto ini juga meminta adanya pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten/kota sesuai drngan kewenangannya.

Selain itu, Terawan juga meminta agar pengelolaan limbah medis sesuai kemampuan, kearifan lokal, serta kondisi daerah. Sehingga, semuanya dikerjakan secara efektif dan efisien.

"Pengelolaan limbah medis yang cepat, dekat, tepat, dan akurat dapat melindungi manusia dan lingkungan dari bahaya penyakit dan pencemaran," ujarnya.

Masih dalam acara yang sama, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga menyampaikan hal yang sama terkait limbah medis. Kata dia, limbah yang masuk ke dalam limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan jika tak ditangani secara serius karena bisa saja mengandung bahan kimia berbahaya, patogen, atau virus dan bakteri. 

Meski saat ini pengelolaan limbah medis atau limbah berbahaya lainnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup namun perlu ada penanganan lebih lanjut secara tepat.

Karena itu, mantan Kapolri ini meminta pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk mempercepat dan mengembangkan pengelolaan limbah medis di daerahnya dengan membuat aturan tersendiri mengenai pengelolaan limbah berikut sanksi bagi para pelanggar.

"Buat aturannya, dibuat programnya untuk perbantuannya berikut sanksi-sanksinya. Bahkan bila perlu dengan dukungan penganggaran yang sesuai dengan ruang fiskal masing-masing," kata Tito.

Tak hanya itu, melalui surat nomor 440/2804/Otda tertanggal 27 Mei 2020, Kemendagri telah memintah masing-masing gubernur untuk berupaya melakukan penningkatan kinerja pengelolaan limbah medis dan limbah B3 utamanya di fasilitas karantina dan perawatan bagi pasien COVID-19. 

Dalam surat itu, sambung Tito, Kemendagri telah memerintahkan adanya pengelolaan khusus terhadap limbah medis dan B3 di fasilitas kesehatan dan karantina pasien COVID-19, juga tempat-tempat yang berpotensi terdapat kandungan virus. 

Sebagai saran pendukung, pemerintah daerah dapat membentuk unit pelaksana teknis daerah (UPTD) yang membidangi pengelolaan limbah medis dan B3 dengan berpedoman pada Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah.

"Jadi dasar hukumnya sudah ada," pungkasnya.