JAKARTA – Sempat mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan “menghilang” saat ingin dijemput paksa, Mardani H. Maming bersedia memenuhi panggilan lembaga antirasuah tersebut setelah dijadikan DPO.
Hal ini disampaikan kuasa hukum Mardani H. Maming melalui siaran pers yang diterima VOI yang ditandatangani Muhammad Razif Barokah dan Zamrony
“Perkenankan kami kembali menyampaikan bahwa Sdr. Mardani H. Maming senantiasa bersikap kooperatif dan bersedia untuk memberikan keterangan yang mohon agar dapat dijadwalkan pada hari Kamis, tanggal 28 Juli 2022,” tulis kuasa hukum dari Kantor Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU tersebut.
KPK memasukkan Mardani dalam DPO pada hari ini, Selasa, 26 Juli. Sebelumnya, dia mangkir dari panggilan penyidik sebagai tersangka sebanyak dua kali.
Saat penyidik mendatangi apartemennya di kawasan Jakarta, Mardani juga tak kelihatan batang hidungnya. Sehingga, penyidik pulang dengan tangan hampa.
Sebelumnya, Mardani disebut sebagai tersangka setelah dicegah ke luar negeri oleh Ditjen Imigrasi atas permintaan KPK. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dia juga pernah diperiksa.
BACA JUGA:
Hanya saja, setelah diperiksa Mardani mengaku dimintai keterangan terkait permasalahannya dengan pemilik PT Jhonlin Group Samsudin Andi Arsyad alias Haji Isam.
Meski begitu, nama Maming sebenarnya pernah disebut menerima uang sebesar Rp89 miliar dalam persidangan dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu yang digelar di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).
Dugaan ini disampaikan adik dari mantan Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Henry Soetio, Christian Soetio. Saat itu, Christian mengaku tahu adanya aliran dana kepada eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).
Transfer uang tersebut berlangsung sejak 2014. Jumlah puluhan miliar rupiah itu, disebut sebagai jumlah yang dikutip berdasarkan laporan keuangan PT PCN.