Selain Penegakan Hukum, BNPT Dukung Kebijakan Afirmatif Seperti Otsus Sebagai Strategi Tangkal Terorisme di Papua
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Boy Rafli Amar. (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menyampaikan pihaknya menerapkan kolaborasi multipihak alias pentahelix, mulai dari pemerintah, tokoh agama, masyarakat, hingga tokoh adat dalam pencegahan terorisme, khususnya di Papua.

Menurut Boy, kolaborasi tersebut diwujudkan oleh BNPT melalui pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di Papua dan Papua Barat. FKPT dibentuk sejak pemerintah menetapkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai teroris.

“Kami telah membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme atau FKPT di Papua dan Papua Barat yang menggandeng unsur-unsur tersebut untuk mencegah aksi-aksi kekerasan," kata Boy dalam diskusi kelompok terpumpun secara daring bertema "Mengatasi Terorisme di Papua: Tugas Siapa?", Rabu 20 Juli.

Lebih lanjut, Boy menjelaskan, FKPT ini juga menjadi wadah bagi para pihak di dalamnya untuk sarana komunikasi untuk menanggulangi terorisme dari hulu hingga ke hilir.

Di samping itu, berdasarkan laporan Antara, Boy juga menyampaikan bahwa BNPT aktif berkoordinasi dengan kementerian/lembaga dan aparat keamanan setempat untuk mencegah sekaligus menanggulangi terorisme di Papua.

“Kami akan terus melakukan pemantauan dengan unsur TNI, Polri, dan Kemenkopolhukam untuk menentukan strategi operasi yang terbaik dalam hal ini hard dan soft approach sehingga semua bisa makin efektif dalam mengurangi kekerasan yang terjadi di Tanah Papua," tuturnya.

Bahkan, tambahnya, BNPT juga melakukan pendampingan terhadap penatausahaan dana desa bersama pemerintah setempat agar penggunaannya tepat sasaran.

Semua itu, ujar Boy, ditujukan agar penanggulangan terorisme terlaksana secara holistik atau menyeluruh.

Dalam kesempatan sama, ia juga mengatakan bahwa upaya penanggulangan terorisme tidak hanya direalisasikan melalui operasi penegakan hukum, tetapi juga melalui dimunculkannya sejumlah kebijakan afirmatif.

Kebijakan ini, lanjut dia, ditujukan untuk keamanan dan kesejahteraan masyarakat Papua.

Secara umum, kebijakan afirmatif tersebut tercermin melalui pengesahan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) dan kebijakan-kebijakan lain untuk mempercepat pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat.

“Pemerintah memiliki komitmen yang tinggi dalam pembangunan nasional untuk mendukung percepatan dan pemerataan kesejahteraan Papua dan terpenuhinya hak-hak masyarakat Papua," tandasnya.