JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani menyoroti aksi kekerasan yang dilakukan kelompok kriminal bersenjata (KKB) terhadap warga sipil di Kabupaten Nduga, Papua, beberapa hari lalu. Arsul menyebutkan, tindakan kekerasan oleh KKB harus diselesaikan melalui pendekatan penegakan hukum.
"Yang ingin saya gariskan adalah pertama, menurut saya, pendekatan menghadapi KKB ini sebisa mungkin tetap pendekatan penegakan hukum bukan pendekatan perang atau militer," ujar Arsul dalam diskusi bertajuk ‘KKB Papua Kembali Berulah, di mana Kehadiran Negara?,” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 20 Juli.
"Pendekatan penegakan hukum bukan berarti TNI tidak berperan, tetapi TNI berperan mem-backup sepenuhnya kepolisian," sambung Arsul.
Arsul menilai, pendekatan perang hanya akan menimbulkan masalah lain. Sebab kata dia, isu separatisme justru lebih menguat apabila menggunakan pendekatan perang terlebih di mata internasional.
"Kenapa kok bukan pendekatan perang saja atau pendekatan militer? Karena kalau ini yang dilakukan, menurut saya isu separatisme Papua di luar negeri itu justru akan lebih menguat. Ini akan menimbulkan isu baru tentang Papua bahkan di level internasional," kata Arsul.
"Ketika pendekatannya itu pendekatan perang, pendekatan militer, itu pasti isu separatisme Papua atau pemisahan Papua dari NKRI itu akan malah justru menguat ya," sambungnya.
BACA JUGA:
Anggota komisi bidang hukum itu lantas mempertanyakan aparat yang belum juga menerapkan Undang-Undang tentang Terorisme dalam penanganan KKB. Bahkan, menurutnya, sudah masuk dalam kategori kelompok separatis teroris (KST) di Papua.
"Saya lihat di Polri meskipun disebut KST kelompok separatis teroris, tetapi dalam kenyataannya belum digunakan sebetulnya Undang-Undang Terorisme ini. Paling tidak ini posisi sekitar dua tiga bulan yang lalu ya," kata Arsul.
Wakil Ketua Umum PPP itu menjelaskan, tindakan KKB atau KST di Papua telah memenuhi syarat untuk dikenakan UU Terorisme. Kata dia, hal itu tentu menjadi pertanyaan tersendiri bagi kelompok Islam.
"Kenapa kalau katakanlah kalau pelakunya kelompok-kelompok yang terasosiasi dengan Islam sedikit-sedikit dikenakan terorisme. Nah, dengan sebetulnya penamaan KST itu menurut saya, paling tidak sudah memberikan perlakuan yang sama, equality before the law-nya ada," jelas Arsul.
Meski begitu, Arsul meminta aparat juga berhati-hati dalam menerapkan UU Terorisme dalam penanganan masalah KKB atau KST. Dia mengingatkan, penerapan melalui pendekatan penegakan hukum harus melihat kasus per kasus.
"Jadi ruangnya dibuka, tetapi jangan gampang-gampang juga menerapkan Undang-Undang Terorisme itu kepada siapa pun. Termasuk kepada katakanlah kelompok-kelompok KKB atau KST, mesti harus dilihat kasus per kasus," kata Arsul.