JAKARTA - Anggota Ombudsman Jemsly Hutabarat menyebutkan ada empat potensi maladministrasi terkait dengan layanan program penyediaan akses internet di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Kita harapkan potensi ini jangan sampai terjadi maladministrasi," kata Jemsly dalam acara Penyerahan Laporan Hasil Kajian dan Diskusi Publik di Jakarta, Rabu 20 Juli.
Potensi pertama maladministrasi, kata dia, adalah penundaan berlarut terkait dengan ketidakpastian waktu terhadap keseluruhan proses usulan akses internet, bimbingan usulan, dan penugasan di lapangan.
Selanjutnya, menurut dia, adanya penyimpangan prosedur, salah satunya masih ada temuan mengenai skema pengajuan di luar aplikasi Pemantauan Aset Terintegrasi (Pasti).
"Masih adanya pengajuan manual," kata Jemsly.
Potensi selanjutnya, penyalahgunaan wewenang melingkupi belum adanya standar operasional prosedur (SOP) untuk bentuk surat dukungan dari pejabat pemerintah terkait dengan kelengkapan pendaftaran organisasi pengusul akses internet.
BACA JUGA:
Berikutnya yang menjadi perhatian, lanjut Jemsly, adalah kurangnya kompetensi terkait dengan kecepatan jaringan internet yang masih rendah.
Dijelaskan bahwa data yang menjadi dasar pengambilan keputusan potensi temuan itu diperoleh dari data kementerian dan observasi lapangan.
"Pengambilan data dilakukan di Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Kesehatan," ujarnya.
Observasi lapangan, kata dia, dengan melakukan pemantauan langsung di daerah 3T di Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, dan Sumatera Utara, hanya daerah Nias.
Ia menyebutkan ada 24 titik pemantauan yang terfokus di delapan layanan pendidikan, tujuh layanan kesehatan, dan sembilan lembaga layanan publik.