Menteri PUPR Sebut Biaya Benahi Jakarta Lebih Mahal dari Bangun IKN, Wagub DKI: Kan, Harga Tanahnya Berbeda
Ahmad Riza Patria/Foto: VOI

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria merespons pernyataan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang menyebut bahwa biaya untuk membenahi Jakarta lebih mahal dibandingkan membangun Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

Riza tak menampik pernyataan Basuki. Ia menyebut, biaya pembangunan antara Jakarta dengan Kalimantan Timur jelas berbeda. Sebab, harga tanah di Jakarta lebih mahal dibanding daerah lain.

"Memang di Jakarta ini kan kotanya sudah jadi. Harga tanahnya lebih mahal. Pasti, kalau bangun di Jakarta dibandingkan di Kalimantan, ya jauh. Harga tanahnya sudah berbeda. Harga materialnya juga sudah berbeda. Cost-nya jauh lebih mahal," kata Riza di Balai Kota DKI, Jumat, 15 Juli.

Riza menegaskan, proses pembenahan suatu kota yang sudah terbangun dengan infrastruktur lengkap bisa menyebabkan harga tanah mahal. Sehingga, biaya pembenahan masalah perkotaan yang membutuhkan pembebasan lahan ikut membengkak.

"Kamu bikin jalan di Jakarta dan Kalimantan, ya berbeda dong. Kamu bikin jembatan di Surabaya sama di daerah lain, tentu yang itu berbeda harganya," ujar Riza.

"Kalau lebih mahal, relatif apa dulu yang dibangun. Kalian mau bangun jalan, bangun gedung, bangun industri. Semua ada satuannya. Berapa harga satuan di Jakarta dan di Kalimantan. Ada plus minusnya," lanjutnya.

Sebagaimana diketahui, anggaran pembangunan IKN Nusantara mencapai Rp466 triliun. Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyebut biaya perbaikan pembangunan di Jakarta lebih mahal dibanding membangun IKN.

"Daya dukung Jakarta ini sudah berat, memperbaikinya pun mungkin lebih mahal kalau kita bikin (ibu kota) baru," kata Basuki pada Senin, 11 Juli.

Basuki memaparkan, Jakarta memiliki banyak masalah yang dihadapi. Masalah tersebut di antaranya penurunan muka tanah akibat penggunaan air tanah berlebihan. Bahkan, kata Basuki, 13 sungai yang mengalir di Jakarta diprediksi tak lagi bisa mengalir secara gravitasi ke laut lantaran penurunan tanah tersebut.

"13 sungai berdasarkan data dan model yang kami buat, 15-20 tahun, mungkin 15 tahun sejak 2015, itu tidak akan bisa yang mengalir gravitasi ke laut kecuali kalo kita bikin tanggul yang tinggi-tinggi karena penurunan tanah. Sudah sering dibahas," ucap Basuki.