Bagikan:

JAKARTA - Keluarga almarhumah Sutjiati Bunarto mempertanyakan sikap Mahkamah Agung yang membatalkan putusan putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam sengketa lahan Institut Teknologi Nasional (Itenas). Dengan adanya keputusan tersebut, Rudy Marjono selaku kuasa hukum ahli waris keluarga almarhumah Sutjiati Bunarto menempuh upaya peninjauan kembali.

Rudy menjelaskan, alasan keluarga almarhumah Sutjiati Bunarto menempuh jalur peninjauan kembali karena Mahkamah Agung RI membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Bandung yang memenangkan para ahli waris. Sehingga, lanjut Rudy, keputusan itu membuat para ahli waris merasa dirugikan.

“Kami telah mengajukan upaya hukum luar biasa peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1801 K/ Pdt / 2021 tanggal 18 Agustus 2021 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Bandung nomor 353/ Pdt /2020/ PT.BDG. tanggal 25 September 2020, jo. putusan Pengadilan Negeri Bandung nomor 398/ Pdt.G /2018/ PN. Bdg. tanggal 18 Oktober 2019, melalui Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 6 Juli 2022 hari Rabu (6 Juli) dan telah sah terdaftar dengan register perkara peninjauan kembali nomor: 14 / Pdt.PK/ 2022/PN.Bdg. “ terang Rudy melalui sambungan telepon, Kamis 7 Juli, malam.

Rudy Marjono, kuasa hukum keluarga almarhumah Sutjiati Bunarto/ Foto: IST

Dalam perkara ini, kata Rudy, tidak adanya kompensasi atau ganti kerugian kepada para ahli waris yang bersangkutan. Rudy menilai, yang mendasari alasan pengajuan upaya hukum luar biasa ini lantaran ditemukannya kejanggalan.

Rudy menjelaskan, kemenangan pihak Yayasan Dayang Sumbi melawan keluarga almarhumah Sutjiati Bunarto didasari dua hal. Akta pernyataan dan akta kuasa yang pernah dibuat oleh almarhumah pada tahun 1976 yang menerangkan jika almarhumah telah membeli 4 bidang tanah dalam perkara aquo dengan menggunakan dana Yayasan.

“Hal yang tidak lazim seseorang membeli tanah tahun 1974 namun kemudian disusuli akta pernyataan dan kuasa yang dibuat tahun 1976. Ini kan aneh dan tidak lazim, masa sudah 2 tahun berlalu dari transaksi tanah yang dilakukan oleh almarhumah, baru dibuatkan akta pernyataan yang menerangkan dirinya membeli tanah dari dana Yayasan. Seharusnya jika memang benar almarhumah menggunakan dana yayasan, surat pernyataan itu lazimnya dibuat sebelum transaksi.” terangnya.

Di sisi lain, masih kata Rudy, selama ini pihak notaris yang membuat kedua akta tersebut tidak ditarik sebagai pihak dalam perkara. Ia menilai penting lantaran si pembuat pernyataan telah lama meninggal dunia dan surat pernyataan tidak bisa diperlakukan sebagaimana surat wasiat yang dapat mengikat hak dan kewajiban pihak ketiga.

Dalam kesempatan itu, Rudy menilai bahwa surat kuasa otomatis gugur demi hukum jika mengacu pasal 1813 BW. Dan bilamana akan diperbaharui harus melibatkan ahli waris almarhumah. Terkait surat kuasa mutlak yang dibuat almarhumah pada tahun 1976 jika berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 14 Tahun 1982, akta kuasa almarhumah sudah tidak dapat diberlakukan lagi. Sebab, masih kata Rudy, masa penggunaannya telah melewati jamannya.

“Gak bisa dong kuasa yang dibuat di tahun sebelum berlakunya larangan dari mentri dalam negeri namun dibiarkan gak dipakai hingga lewati tahun larangan. Kemudian pascatahun larangan berjalan kuasa tersebut masih terus akan digunakan itu melanggar norma hukum namanya

Rudy berharap dalam upaya peninjauan kembali, pihaknya masih mendapat keadilan.