Bagikan:

JAKARTA - Komisi I DPR RI menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) sah menjadi Undang-Undang pada masa sidang mendatang. Saat ini, pembahasan RUU yang telah diinisiasi sejak tahun 2016 bersama Pemerintah hanya tinggal sinkronisasi saja.

"Alhamdulillah semua DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) sudah selesai dibahas. Berbagai hal yang kemarin sempat ada perbedaan tajam, kini sudah berhasil ada titik temu dengan pemerintah," ujar Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid dalam keterangannya, Kamis, 7 Juli. 

Meutya mengatakan, RUU PDP ditargetkan untuk disahkan pada masa persidangan DPR mendatang yaitu bulan Agustus 2022. Setelah sebelumnya Rapat Paripurna menyetujui untuk dilakukan perpanjangan pembahasan RUU tersebut lantaran masih butuh sedikit waktu.

"Masa sidang berikutnya tinggal timus (tim perumus) dan timsin (tim sinkronisasi) memeriksa kembali saja, sinkronisasi. Jadi masa sidang berikut sudah bisa diketok, InsyaAllah," ungkapnya. 

Selain itu, DPR akan mengesahkan RUU PDP jadi UU pada masa sidang yang akan datang lantaran pada hari ini sudah dilakukan Rapat Paripurna penutupan. Artinya, para anggota dewan akan mulai memasuki masa reses pada esok hari. 

Lebih lanjut, Meutya menjelaskan, sebelumnya DPR dan Pemerintah belum sepakat terkait pembentukan lembaga otoritas perlindungan data pribadi. Namun, kata dia, kini telah disepakati lembaga yang bersifat independen itu pembentukannya akan diserahkan kepada Presiden.

"Disepakati nanti lembaga ini ditunjuk atau dibentuk berdasar Keppres (Keputusan Presiden). Apakah mau membentuk baru atau menunjuk yang sudah ada, silahkan. Yang penting di undang-undang, tugas dan kewenangannya kita berikan pedoman agar lembaga ini dapat menjadi lembaga yang kuat mengawasi praktik perlindungan data," jelasnya.

Politikus Golkar itu menyebutkan, Indonesia harus secepatnya memiliki payung hukum khusus terkait perlindungan data pribadi. Sebab menurutnya, berdasarkan konstitusi kepemilikan pribadi wajib dilindungi oleh negara.

"Rasa aman oleh negara harus ada dalam melindungi kepemilikan individu, termasuk atas data pribadi," tegasnya.

Selain itu, tambah Meutya, RUU PDP juga dibutuhkan sebagai upaya negara menyambut perkembangan digital saat ini. Apalagi, kata dia, ada banyak sektor kehidupan yang beririsan dengan persoalan perlindungan data pribadi.

"Potensi digital ekonomi amat sangat besar sehingga perlu dilengkapi dengan peraturan-peraturan yang mendukung seperti UU Perlindungan Data Pribadi," terangnya.

Meutya menuturkan, RUU PDP juga memungkinkan Indonesia memiliki kedaulatan data. Kedaulatan data yang dimaksud termasuk pengelolaan-penggunaan data oleh industri, serta lembaga negara untuk perlindungan dan keamanan masyarakat.

Melalui beleid yang akan segera terbentuk itu, jelas Meutya, negara akan memiliki regulasi untuk menetapkan aturan atas perlindungan dan keamanan data pribadi atau bukan data pribadi. RUU PDP juga terkait dengan keamanan digital, terutama dengan banyaknya kebocoran data yang terjadi belakangan ini.

Meutya mengingatkan, Indonesia merupakan salah satu negara pengguna internet terbesar di dunia. Baik dilihat dari sisi jumlah pengguna maupun jumlah waktu yang dihabiskan di dunia maya per individu di Indonesia.

"Kita perlu memiliki hukum yang mengatur juga lalu lintas data yang besar baik dalam negeri maupun juga pergerakan data secara masif dari dalam negeri ke manca negara karena sebagian aplikasi yang dinikmati masyarakat Indonesia, berasal dari mancanegara," pungkas Meutya.