Bagikan:

JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) ke seseorang yang diduga terafiliasi dengan Al-Qaeda. Densus 88 Antiteror pun turun tangan menyelidiki transaksi tersebut.

"Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut," ujar Kabag BanOps Densus 88 Antiteror Kombes Aswin Siregar saat dikonfirmasi, Kamis, 7 Juli.

Kemudian, pendalaman juga mengarah ke dugaan tindak pidana terorisme lainnya. Sebab, ada juga transaksi yang mengarah ke negara beresiko tinggi.

Negara berisiko tinggi memiliki arti negara yang dianggap masih lemah sistem antipencucian uang dan penanganan terorismenya.

Proses pendalaman dengan bermodalkan data intelejen yang dikirim PPATK. Sebab, data itu bersifat informasi sehingga perlu verifikasi hingga akhirnya dipastikan kebenaran dugaan tersebut.

"PPATK mengirimkan data transaksi mencurigakan yang diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme kepada Densus 88 karena adanya aliran dana ke beberapa wilayah (negara, red) beresiko tinggi yang merupakan hotspot aktivitas terorisme," kata Aswin.

PPATK sebelumnya menyebut ada aliran dana lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang mengarah ke kelompok teroris. Ditemukan transaksi kepada seseorang yang terafiliasi dengan jaringan teroris Al-Qaeda.

"Berdasarkan hasil kajian dari data base yang PPTK miliki ada yang terkait dengan pihak yang, ini masih diduga yang bersangkutan (penerima, red) pernah ditangkap menjadi satu dari 19 orang yang ditangkap kepolisian Turki karena terkait dengan Al-Qaeda," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Kemudian, dari penelusuran sementara juga ditemukan transkasi ACT ke sejumlah negara yang berisiko tinggi. Bahkan, pihak yang melakukan transaksi mulai karyawan hingga admin lembaga amal tersebut.

"Negara sudah saya sampaikan di awal, itu ada seperti Turki, Kyrziktan, Bosnia, Albania, dan India, salah satu itu. Dan salah satunya mengirimkan ke wilayah sana. Kemudian ada Bangladesh, Nepal, Pakistan," kata Ivan.