Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengatakan konsumen memiliki peran penting agar ekonomi bangsa dapat terus meningkat. Namun, peningkatan tersebut harus diimbangi dengan perlindungan hak konsumen.

Apalagi, kata Veri, konsumsi rumah tangga menyumbang sangat signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) komponen konsumsi rumah tangga pada Agustus 2020 memegang porsi 57,85 persen dari PDB.

"Jumlah penduduk 270 juta itu merupakan konsumen kita. Kalau ini bergerak secara masif nah perekonomian juga akan bergerak. Sekarang Bapak Presiden ikut menggerakkan UKM-UKM. Masyarakat yang memulai UKM ini merupakan agen perubahan kita," katanya, dalam acara Media Gathering Harkonas 2020 bertajuk 'Perlindungan Konsumen Menuju Indonesia Maju', di Jakarta, Senin, 2 November.

Veri mengatakan, momentum peringatan Hari Konsumen Nasional harus dimanfaatkan dengan meningkatkan kesadaran arti perlindungan konsumen secara masif. Selain itu, juga menempatkan konsumen sebagai subjek penentu kegiatan ekonomi.

Kemendag, kata Veri, saat pandemi COVID-19 ini terus memperkuat pelaksanaan perannya dalam perlindungan konsumen dari sisi pengawasan kegiatan perdagangan dan barang beredar dan/atau jasa. Tak hanya itu, edukasi melalui daring dan iklan layanan masyarakat serta pengaduan konsumen juga dilakukan.

"Perubahan pola perilaku perdagangan yang memanfaatkan sistem elektronik ini perlu didukung oleh perlindungan hak konsumen, sehingga konsumen selalu percaya kalau transaksi yang dilakukannya aman," katanya.

Dalam perdagangan melalui sistem elektronik, menurut Veri, terdapat risiko yang mungkin terjadi dan dapat merugikan konsumen. Karena itu, tidak cukup hanya perlindungan konsumen yang dilakukan oleh pemerintah, namun juga perlu ada peningkatan keberdayaan konsumen.

Peningkatan pemahaman konsumen terhadap hak, menjadi kunci penting terciptanya lingkungan transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang aman. Karena itu, kata Veri, saat ini pemerintah terus berupaya meningkatkan implementasi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam menyelesaikan berbagai persoalan konsumen yang timbul.

Lebih lanjut, Veri berujar, pada 2019 Indeks Keberdayaan Konsumen Indonesia adalah 41,70 atau baru berada pada level mampu. 

"Indeks Keberdayaan konsumen kita baru di tingkat mampu. Pada level ini, artinya konsumen sudah mengenali haknya, namun belum terlalu aktif memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen," tuturnya.

Padahal, kata Veri, di dalam UU Perlindungan Konsumen itu telah diatur hak masyarakat sebagai konsumen. Di mana masyarakat berhak memprotes kepada pelaku usaha jika haknya tidak terpenuhi. Kemendag berharapkan konsumen dapat lebih mengetahui tentang hak dan kewajibannya.

Sementara itu, Ketua BPKN Rizal E Halim menyatakan sesuai UU Perlindungan Konsumen, BPKN melaksanakan fungsi dengan memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.

Rizal menjelaskan, pelaksanaan fungsi ini BPKN dilakukan dengan memberikan wadah untuk menindaklanjuti pengaduan konsumen sebagai dasar pemberian rekomendasi kepada pemerintah untuk dapat ditindaklanjuti.

"Peningkatan transaksi elektronik selama masa pandemi covid-19 menambah risiko kerugian bagi konsumen. Untuk itu, perlu ditingkatkan kesadaran konsumen dalam membela haknya melalui saluran pengaduan atau penyelesaian sengketa konsumen yang dibentuk oleh masing-masing instansi pemerintah terkait seperti Kemendag," tuturnya.

Sekadar informasi, pada 2020 pengaduan perdagangan melalui sistem elektronik tercatat sebanyak 299, dengan pokok masalah yang diadukan adalah terkait kerugian dalam bertransaksi di e-commerce, dan pokok masalahnya mayoritas adalah mengenai phishing dan penyalahgunaan akun melalui OTP.