Tolak Naturalisasi Jordi Amat, Komisi X DPR: Ada Indikasi Alih Kewarganegaraan untuk Memudahkan Kepindahan ke Klub JDT
Jordi Amat (kanan) dan Sandy Walsh (kiri) menjalani latihan pertama bersama timnas Indonesia di Bandung, Jumat 27 Mei).(dok PSSI)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda tegas menolak proses naturalisasi pemain baru klub sepak bola asal Malaysia, Johor Darul Ta’zim (JDT) Jordi Amat. Dia menilai ada yang janggal dalam proses naturalisasi Jordi Amat.

Pemain berkebangsaan Spanyol itu disebut tiba-tiba menyatakan diri sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) dan memutuskan pindah ke klub JDT Malaysia. Padahal dari informasi yang dia terima proses Jordi Amat menjadi WNI secara administrasi belum tuntas.

"Ada indikasi proses alih kewarganegaraan Jordi hanya untuk memudahkan kepindahannya ke klub JDT. Sebab slot pemain asing untuk JDT hanya tersisa untuk pemain dari Asia/Asean saja. Ini yang saya kritik keras," ujar Syaiful, Jumat, 1 Juli.

Disisi lain, penolakan tersebut juga didasari pemikiran bahwa naturalisasi pemain-pemain sepak bola harus benar-benar selektif. Sebab menurut Syaiful, belum ada satupun pemain naturalisasi menorehkan prestasi bagi Indonesia.

“Jika merujuk pada data, sudah 12 tahun kita lakukan proses naturalisasi pemain sepak bola, sedikitnya ada 36 pemain naturalisasi yang bermain untuk Tim Nasional kita. Tapi faktanya belum satu pun prestasi membanggakan yang berhasil diukir, walau sekelas emas Sea Games atau juara Piala AFF,” beber Syaiful.

Politikus PKB itu mengungkapkan, proses naturalisasi pemain sepak bola mulai berembus kencang saat Cristian Gonzales memutuskan untuk mengikrarkan diri menjadi warga negara Indonesia pada tahun 2010. Masuknya Gonzales, kata Syaiful, memang mengangkat level permainan tim nasional meskipun belum mampu menorehkan prestasi.

“Meningkatnya level permainan tim nasional akibat masuknya Cristian Gonzales akhirnya membuat publik kian permisif terhadap proses naturalisasi yang disponsori oleh PSSI. Tanpa sadar sudah ada 36 pemain asing yang kita sahkan sebagai WNI dan ternyata tak berkontribusi maksimal pada prestasi tim nasional sepak bola kita,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Syaiful ingin naturalisasi ditempatkan pada substansi yang tepat. Pemain naturalisasi harus memiliki kedudukan yang spesial sebagai pemain yang memiliki pengalaman dan kemampuan yang lebih dibanding pemain lokal.

“Saya memandang dari sisi sports governance. Sudah 36 pemain sepakbola yang dinaturalisasi, tapi prestasi sepakbola kita masih begitu-begitu saja. Artinya kebijakan naturalisasi yang dipercaya untuk meraih prestasi cepat, perlu dikaji ulang,” katanya.

Huda menegaskan dirinya tidak anti-terhadap proses naturalisasi pemain sepak bola demi prestasi tim nasional. Hanya saja, kata dia, sistem dan roadmap dari alur naturalisasi perlu dimatangkan, agar dapat diukur seberapa berhasil naturalisasi yang dilakukan oleh Timnas Indonesia.

“Jangan sampai obral naturalisasi tapi tanpa bukti prestasi memadai, atau lebih parahnya naturalisasi hanya dijadikan kedok bisnis oknum tertentu agar pemain asing lebih mudah mencari nafkah di Indonesia,” pungkasnya.

Sebelumnya, DPR RI menerima dua surat presiden perihal permohonan pertimbangan pemberian kewarganegaraan Republik Indonesia untuk dua orang pemain sepak bola yang rencana akan menjadi pemain naturalisasi. Keduanya ialah Jordi Amat Maas dan Sandy Walsh.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan permohonan kewarganegaraan untuk Jordi itu tertuang dalam Surat Presiden RI Nomor R26 tertanggal 17 Juni 2022.

"Perihal permohonan pertimbangan pemberian kewarganegaraan Republik Indonesia atas nama saudara Jordi Amat Maas," kata Dasco di dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis, 30 Juni.

Sementara untuk Sandy Walsh tertuang dalam Surat Presiden RI Nomor R27 tertanggal 17 Juni 2022.

"R27 tanggal 17 Juni perihal permohonan pertimbangan pemberian kewarganegaraan Republik Indonesia atas saudara Sandy Walsh," kata Dasco.