JAKARTA - Kerja sama luar negeri diperlukan dalam memperkuat upaya Polri mencegah penyelundupan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) masuk ke Tanah Air.
Kerja sama internasional dalam mencegah penyeludupan narkoba telah bertahun-tahun lalu dijalin Polri dengan beberapa negara, sebut saja Malaysia, Kamboja, Jepang, Korea, Timur Tengah, dan beberapa negara sahabat lainnya.
Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Krisno H Siregar menyebutkan kerja sama itu berupa kerja sama tingkat global, regional dan bilateral. Polri membangun nota kesepahaman (kerja sama bilateral) dengan Malaysia, kepolisian Kamboja, dan lainnya.
Kemudian kerja sama regional yakni dengan negara-negara kawasan, mengikuti rapat bersifat multilateral di UNODC, yakni organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) urusan narkoba dan kejahatan, dan rapat bersama negara-negara donor.
Bentuk dari kerja sama internasional tersebut dalam bentuk bertukar penyelidikan dan penyidikan bersama, serta pengembangan kapasitas kepolisian di bidang pencegahan serta penegak hukum narkoba.
Selain kerja sama dalam bentuk peningkatan kapasitas dan penyelidikan maupun penyidikan bersama, kerja sama Polri dengan negara-negara di dunia juga dalam rangka pengembangan kasus narkoba yang di tangani di Tanah Air.
"Misalnya, pelaku narkoba tertangkap di Indonesia ada hubungan (kerja sama) dengan negara tertentu, Polri menghormati bentuk kerja sama yang dibangun dengan negara tertentu tersebut," kata Krisno saat dikonfirmasi di Jakarta.
Sedangkan dalam hal pemberantasan penyalahguna narkoba, kata Krisno, kerja sama yang dilakukan Polri lebih kepada melakukan penyelidikan bersama. Hal ini dikarenakan setiap negara-negara di dunia memiliki pandangan politik berbeda terkait narkoba. Polri menghormati perbedaan sikap politik tersebut, seperti ada negara yang menganut sistem tidak ada hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkoba.
Menjalin kerja sama luar negeri dalam hal pencegahan dan pemberantasan narkoba di Tanah Air dibutuhkan kepekaan dan cerdas melihat, apakah negara tersebut memiliki pandangan yang sama, salah satunya hukuman berat bagi pelaku narkoba.
Kerja Sama Bongkar Kasus Besar
Dalam penanganan tindak pidana narkoba, Polri menjaga informasi terkait kerja sama dengan negara mana saja yang sudah berhasil membongkar kejahatan narkotika di Tanah Air. Karena, setiap kasus kadang memiliki keterkaitan dengan kasus lainnya, sehingga informasi tersebut dapat mempengaruhi penyelidikan maupun penyidikan yang dilakukan.
Namun, Brigjen Krisno H Siregar menegaskan, beberapa kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang berhasil diungkap Polri, hampir sebagian besar hasil dari mitra atau kerja sama yang telah dibangun dengan negara-negara di dunia.
BACA JUGA:
Pada April 2022 lalu, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri bersama Polda Riau, Polda Aceh, dan Ditjen Bea Cukai bekerja sama mengungkap empat kasus peredaran narkoba di sejumlah wilayah Indonesia. Adapun total barang bukti narkotika jenis ganja seberat 121 kilogram dan sabu seberat 238 kilogram.
Untuk peredaran narkotika jenis ganja terjadi di Aceh yang merupakan jaringan Aceh-Medan. Tersangka yang ditangkap ada SY alias S (29) selaku pengendali dan R alias U (47) selaku kurir.
Kasus kedua adalah pengungkapan peredaran narkoba jenis sabu jaringan Malaysia-Indonesia dengan barang bukti 22 kilogram. Tersangka yang ditangkap ada HP alias H (31) dan J (30) selaku kurir, juga F yang masuk DPO alias buron.
Kasus ketiga adalah peredaran gelap narkoba jenis sabu jaringan Malaysia-Indonesia yakni Bengkalis-Riau. Penyidik berhasil menangkap empat tersangka berinisial MN (30) selaku kapten kapal pencari kurir, HA (37) selaku kurir yang mencari dan menyewa kapal cepat (speedboat), MD (41) selaku kurir, dan AM alias AT (40) selaku pengendali, dengan barang bukti sabu seberat 47 kilogram.
Kasus terakhir yakni pengungkapan peredaran narkoba jaringan internasional Timur Tengah-Indonesia, dengan barang bukti narkotika jenis sabu seberat 169,5 kilogram. Tim gabungan menangkap lima tersangka yakni AR alias R (40) dan JF bin AR (40) selaku ABK kapal kurir penjemput, ZK bin AG (33) selaku kurir, MY bin AR (39) juga SR bin SP (41) selaku pengendali di darat.
Pada Juni 2021, Tim Satgas Narkoba Polda Metro Jaya mengungkap kasus penyeludupan narkoba jenis sabu seberat 1,129 ton yang diduga melibatkan jaringan Timur Tengah dari Iran dan Afrika.
Total ada tujuh tersangka yang ditangkap dalam pengungkapan tersebut. Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 115 ayat (2) lebih subsider Pasal 112 ayat (2) Juncto Pasal 132 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman penjara seumur hidup dan maksimal hukuman mati.
“Kerja sama dengan sejumlah negara penting. Berdasarkan literatur, kejahatan narkoba bersifat trans-nasional. Polri tidak bisa hanya menindak di Indonesia, sementara di negara sumber pelaku tetap mengirim. Ini membuat kami kelimpungan. Jadi bagaimana mencegah sebelum pelaku mengirim, dengan adanya hubungan kerja sama luar negeri bisa dicegah dari negaranya," tutur Krisno.
TPPU sebagai efek jera
Penghujung tahun 2021, Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri membuat terobosan dalam memperkuat upaya Pemerintah Indonesia perang terhadap narkoba dengan mengoptimalkan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada bandar narkoba.
Selama kurun waktu 2021 ini, Dittipidnarkoba Polri menerapkan pasal TPPU terhadap lima kasus narkoba yang ditangani oleh Mabes Polri, jumlah ini meningkat 400 persen dibandingkan dengan tahun 2020, dimana hanya ada satu perkara yang di-TPPU-kan.
Dari lima kasus narkoba yang dijerat TPPU, penyidik menetapkan 10 orang sebagai tersangka, jumlah tersebut meningkat 150 persen dibandingkan dengan tahun 2020, hanya ada empat tersangka bandar narkoba dimiskinkan dengan TPPU.
Yang khas dari penerapan TPPU ini, negara melalui Polri selaku penegak hukum melakukan penyitaan aset milik para tersangka, baik berupa uang tunai maupun tanah dan bangunan serta kendaraan mewah yang diperoleh dari uang hasil kejahatan.
Aset tersangka baik berupa uang maupun bangunan, tanah dan kendaraan yang disita oleh Penyidik Dittipidnarkoba Bareskrim Polri pada tahun 2020 sebesar Rp966.000.000, jumlah ini meningkat 35,28 persen dibandingkan dengan tahun 2021, yakni Rp341.804.998.583.
Dalam penyitaan aset tersangka TPPU tahun 2021 ini, penyidik menyita uang tunai berupa mata uang asing senilai 2 juta dolar Singapura, bila dikonversi dalam rupiah nominal-nya sebesar Rp21 miliar.
Brigjen Pol. Krisno H Siregar mengatakan upaya penerapan TPPU pada kasus narkoba walau angkanya masih sedikit tapi akan terus dimaksimalkan tidak hanya ditingkat pusat, tetapi juga polda dan jajaran wilayah.
Untuk itu, tahun 2021 ini Mabes Polri telah menetapkan target kinerja bagi polda dan jajaran dalam rangka mengoptimalkan penerapan TPPU terhadap kasus narkoba di pusat dan wilayah.
Polri membagi 34 Direktorat Reserse Narkoba yang ada di polda seluruh Indonesia menjadi tiga wilayah dengan beban tugas berbeda, yakni wilayah sangat rawan, wilayah rawan dan kurang rawan.
Untuk wilayah polda yang sangat rawan peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba ditetapkan setidaknya lima kasus baru narkoba yang di-TPPU-kan dalam satu tahun, sedangkan daerah rawan ada tiga kasus dan kurang rawan minimal dua kasus.
Mabes Polri pun memberlakukan evaluasi di akhir tahun terhadap polda-polda yang belum mengoptimalkan penerapan TPPU pada kasus narkoba di wilayahnya guna menelusuri kendala apa yang dihadapi polda jajaran dalam menindaklanjuti arahan pimpinan.
Akan ada tim asisten dari Mabes Polri yang diturunkan ke wilayah untuk menemukan bila ada kelemahan sumber daya kepolisian daerah dalam mengungkap TPPU pada kasus narkoba.
Namun, kata Krisno, kegiatan sosialisasi terus dilakukan, bahkan mengundang ahli ke direktorat narkoba atau reskrim narkoba agar memudahkan penyidik menemukan pelanggaran TPPU dalam kasus narkoba yang ditanganinya.
Bahkan Kabareskrim Polri mengeluarkan surat telegram yang bersifat penguatan kendali tentang penyidikan TPPU sebagai penyidikan lanjutan dari tindak pidana awal narkoba, dan akan dijadikan sebagai penilaian kinerja masing-masing direktur dan jajaran.
“Jadi manakala tidak mungkin (penyidikan TPPU), akan menjadi evaluasi,” ucap Krisno.