JAKARTA – Sindikat narkotika jaringan Internasional kerap memanfaatkan berbagai macam jalur dengan penjagaan yang kurang ketat. Belakangan diketahui, penyelundupan narkotika terbesar banyak menggunakan jalur laut, hingga mencapai 80 persen.
"Kalau lewat laut ada kombinasi. Sesuai barang masuk lewat laut dan barang tersimpan di alat - alat mobil dan kontainer dengan modus yang berubah-ubah," kata Kepala BNN RI Petrus Reinhard Golose kepada wartawan, Kamis 19 Agustus, kemarin.
Modus jalur laut dipilih para sindikat narkotika jenis metamefetamin atau shabu.
Selain jalur laut, para sindikat juga kerap memanfaatkan jalur udara. Modusnya lewat (pengiriman) udara melalui paket kiriman yang berasal dari Eropa, Amerika, Amerika Selatan dan Australia.
"(penyelundupan) lewat udara lewat bodi atau anus," sambung Reinhard.
Sementara di jalur darat ada di perbatasan antara Indonesia dengan Malaysia. Adapula yang menggabungkan tiga jalur, yakni jalur laut, udara dan darat. Namun menurut Reinhard, selama pandemi COVID-19, para sindikat narkotika cenderung menyelundupkan barang tersebut melalui jalur laut.
BACA JUGA:
"Menangani ini harus secara holistik dan komperhensif. Hasil survey yang kita lakukan, tingkat pengguna narkotika ada 3,4 juta orang di Republik Indonesia," ujarnya.
Potensi pasar narkotika di Indonesia menjadi sasaran empuk para sindikat narkotika dari negara luar. Pasalnya, pengguna narkotika di Indonesia masih tinggi.
Sepanjang tahun 2021, Dirjen P2 Bea dan Cukai mencatat telah mengungkap sebanyak 212 kasus penyelundupan narkotika bersama BNN RI. Dari kasus itu, ratusan kilogram shabu telah disita petugas.
Baru-baru ini BNN dan Bea Cukai menangkap 5 orang pengedar narkoba jaringan internasional yang memanfaatkan jalur laut. B alias Y (39), T alias CM (52), ES alias E (26), AN alias WY (44) dan AY alias R (52), dengan barang bukti 324,3 kilogram sabu.
Berikut video pengungkapan kasus narkoba jaringan internasional Thailand – Aceh: